JAKARTA (Arrahmah.com) – Siang tadi tepatnya, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang terduga teroris Aceh, selain mendengarkan kesaksian terdakwa, Pengadilan Negeri Jakarta Barat juga mengagendakan pembacaan eksepsi oleh tim pembela terdakwa.
Tim pembela yang di pimpin oleh Aulia Rahman membacakan eksepsi untuk terdakwa Joko Sulistyo, Zaimudin bin Suharno, Ali Umar Yusuf, Hendra Ali, Taufik Harianto, Gema Awal Ramadhan, Sri hartono, Nur Awwan Rabbik dan Purwanto.
Dalam eksepsinya tim pembela mengatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak berwenang menggelar sidang ini karena tersangka di tangkap di wilayah hukum Janto, maka selayaknya sidang di gelar di Pengadilan Negeri Janto.
“Keputusan untuk menyidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam timbangan kami tidak tepat karena tempat kejadian perkara terjadi di wilayah hukum Janto, maka itu kami meminta majelis hakim menghentikan proses persidangan ini dan memindahkan ke Pengadilan Negeri Janto.“
Selain soal lokasi tim pembela juga menggugat UU anti terorisme yang digunakan oleh jaksa penuntut umum. Menurut tim pembela tidak ada teror terhadap masyarakat yang dilakukan oleh terdakwa, mereka hanya memiliki senjata api ilegal dan itu hanya bisa di kenakan sangsi dalam KUHP bukan UU anti terorisme.
“Apakah terdakwa telah melakukan teror? Tidak. Tidak ada masyarakat yang merasa di rugikan oleh tindakan terdakwa. Jika memang ada ketakutan itu terjadi setelah penyerangan aparat keamanan terhadap terdakwa. Tapi sekali lagi tidak ada perusakan fasilitas umum, penghilangan nyawa. Maka kasus ini tidak tepat menggunakan UU anti terorisme, sebab terdakwa hanya terindikasi memiliki senjata api ilegal,” tegas Aulia.
Selain itu tim pembela juga menyangsikan arti terorisme yang dirumuskan oleh jaksa penuntut umum yang dipimpin Anita Dewayanti tidak tepat.
“Kami mempertanyakan rumusan terorisme yang digunakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa. Bagi kami ini tidak jelas, dan sangat tidak dimengerti.”
Mendengar eksepsi yang diajukan oleh tim pembela, majelis hakim yang diketuai oleh H. Aksir, meminta tanggapan jaksa penuntut umum, yang akan menjawab dalam satu minggu kedepan. “kami akan menjawab eksepsi pembela dan meminta waktu 7 hari.”
Tak Ada Ajaran dan Ajakan Untuk Merampok
Selain itu, para terduga teroris aceh juga mengatakan jika selama mengikuti pelatihan militer di Aceh, para peserta hanya diajarkan cara bongkar pasang senjata, menembak target, mempertahankan diri tanpa senjata.
Hal itu diungkapkan oleh Mukhtar Khairi yang menjadi saksi bagi terdakwa Adi Munadi, Deni Suhendra, Munir dan Ade Miroz, dalam persidangan teroris Aceh di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kamis (30/9)
Ketika Majelis Hakim, Martinus Bala, bertanya kepada saksi apakah logistik selama di Aceh didapatkan dengan cara merampok atau pernah melihat kelompok anggota pelatihan yang turun gunung untuk merampok, Mukhtar menjawab tidak.
“Saya yakin logistik kami selama di sana tidak ada kiatan dengan perampokan, dan juga saya tidak pernah melihat atau mendengar kawan yang turun gunung dan pernah melakukan perampokan” ujarnya dengan yakin.
Selama ikut pelatihan di Aceh, saksi yang juga terdakwa untuk kasus yang sama menyatakan bahwa tidak pernah diajarkan cara untuk merampok.
“Selama disana kami hanya berlatih bongkar pasang senjata, menembak target, juga beladiri tangan kosong dan pengajian yang berhubungan dengan jihad dan tauhid,” ujarnya.
Mendapat jawaban itu, hakim Martinus kembali bertanya mengenai pengajian yang berhubungan dengan jihad?
“Materi tentang jihad yang diajarkan sesuai dengan apa yang ada di Al Quran dan As Sunah, dan saya yakin tidak ada ajaran untuk merampok,” ujar Mukhtar. (voi/arrahmah.com)