SOLO (Arrahmah.com) – Kedatangan Yuki Wantoro di Solo disambut bak pahlawan oleh umat Islam dengan gelar mujahid dan pahlawan Islam, meski ia ditembak mati oleh Densus dengan tuduhan terlibat perampokan Bank CIMB Medan. Sang muallaf ini juga diterima dengan baik oleh kedua orang tuanya yang masih Kristen.
Ba’da Subuh Rabu (29/9) ruas jalan yang menuju ke rumah Yuki, perlahan mulai didatangi umat Islam. Gapura yang menjadi tanda gang di mana kampung Tempen kelurahan Joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon terbentang spanduk besar bertuliskan “Selamat Syuhada Alloh, Pahlawan Islam.” Lebih kurang pukul 6.30 WIB rombongan jenazah tiba, satu mobil ambulan, mobil keluarga dan satu mobil patwal. Tanpa dikomando gemuruh takbir langsung membahana memenuhi ruang jalan.
Jenazah disemayamkan di Masjid Al-Hidayah, terus bergantian ratusan orang datang untuk menyalatkan jenasah sang muallaf yang ditembak brutal oleh Densus 88 tanpa status yang jelas. Tampak di seberang jalan raya para kuli tinta berkerumun menunggu untuk mengabadikan. Tak jauh disitu banyak pula para intel dari beberapa kesatuan juga tampak ikut melihat. Meski menggunakan baju preman wajahnya tak bisa menutupi identitasnya.
Poster berukuran A4 juga memenuhi di setiap gang kampung Tempen. Dengan kertas putih bertuliskan “TV One dilarang Masuk!”. Untuk yang kesekian kali Televisi milik grup Bakrie ini menjadi penolakan di setiap korban kebrutalan Densus 88. Beberapa ikhwan mengatakan alasan penolakan itu karena netralitas dan objektivitas TV One sangat diragukan.
“Karena selama ini TV One terlihat begitu getol menyiarkan berita yang tidak berimbang terhadap aktivis-aktivis Islam. Dan mereka begitu mesra dengan Densus 88,” papar seorang warga yang tidak mau dituliskan namanya.
Usai disemayamkan di masjid, jenazah Yuki dipindah ke rumah keluarganya. Meski sebelumnya tersiar kabar bahwa kedua orang tuanya menolak, namun pagi itu kedua orang tua Yuki yang masih Kristen, mau menerima jenazah pemuda yang ditembak di Medan beberapa waktu yang lalu. “Saya menerima mas. Bagaimanapun juga dia adalah anak saya. Yang membesarkan juga saya,” ujar Sina Karyadi. Sang ibunda, Ngatini juga tak bisa menahan kesedihannya. Air mata meleleh membasahi pipinya. Kurang lebih pukul 08.00 WIB raungan ambulan pengangkut jenazah merembat pelan menyusuri gang kecil menuju jalan raya.
“Allahu Akbar…Allahu Akbar..!!” Kepalan tangan para pelayat terangkat ke atas sambil meneriakkan takbir. Gema takbir itu terus gergelora hingga pagi dari ratusan aktivis dari penjuru kota Solo Raya yang memenuhi kampung Tempen Kelurahan Joyosuran
Perjalanan ke pemakaman memakan waktu setengah jam. Sebab pemakaman syariah itu berada di desa Wonosari RT 03 RW 13 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yang jauh dengan rumah Yuki.
Sehari sebelumnya, Selasa (28/9/2010), tersiar kabar bahwa masyarakat di desa Wonosari sepakat menolak kedatangan jenazah Yuki, yang ditandatangani oleh ketua RT dan Kepala Desa. Penolakan ini adalah buah provokasi para musuh-musuh Islam terhadap warga yang tidak tahu apa-apa. Warga pun akan menolak dengan mencegat rombongan jenazah.
Namun untuk menangkis provokasi itu, Sekretaris ISAC (The Islamic Studies and Action Center, Endro Sudarso menegaskan tekadnya untuk memakamkan jenazah Yuki di makam desa. “Apapun resikonya, jenazah Yuki tetap akan dikubur di desa Wonosari apapun resikonya,” tekadnya.
Untuk mengantisipasi penolakan warga yang terprovokasi itu, maka Rabu (29/9) ba’da subuh kurang lebih 40 laskar dikirim ke tempat pemakaman tersebut. Ternyata ancaman para provokator yang menolak pemakaman tersebut hanya isapan jempol belaka, sampai jenazah tiba di pemakaman. Tak ada satupun warga yang menolak. Acara pemakaman pun berjalan dengan lancar.
Di sela-sela pemakaman, Endro Sudarso menjelaskan bahwa jenazah Yuki Wantoro sangat mengenaskan akibat siksaan Densus 88. Di tubuhnya terdapat beberapa bekas luka tembakan di tiga titik yaitu pelipis kiri dua buah dan leher sebelah kiri satu buah.
Kejanggalan lainnya, lanjut Endro, tangan kiri Yuki juga patah. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa Densus 88 melanggar HAM berat.
“Sampai jenazah Yuki dimakamkan pun, keluarga juga belum menerima Surat Penangkapan,” kesal Endro.
Perlakuan Densus ini menimbulkan ketidakjelasan terhadap status Yuki, apakah ia tersangka perampokan Bank CIMB Medan ataukah pelaku teroris. Namun, Densus 88 telah beringas membunuhnya. Untuk itulah keluarga dan ISAC bertekad akan mengusut semua kezaliman ini dan memproses semua pihak yang terkait.
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Solo, Senin malam (27/9/2010), ISAC mengungkapkan banyak kejanggalan dalam penembakan Yuki oleh Densus 88. Menurut Sekretaris ISAC Endro Sudarso, penembakan Yuki oleh Densus dengan tudingan melakukan perampokan Bank CIMB Niaga pada tanggal 18 Agustus 2010 sangat tidak beralasan. Pasalnya, menurut Endro, Yuki mempunyai alibi kuat bahwa dia tidak terlibat dalam perampokan Bank CIMB Medan sesuai dengan beberapa kronologis lengkap dengan para saksinya, sbb:
1. Selasa, 17 Agustus 2010 Yuki berada dirumahnya, Tempen RT 04 RW 02 kelurahan Joyosuran kecamatan Pasar Kliwon Solo.
2. Sehari kemudian, Rabu 18 Agustus 2010 Yuki membeli pulsa kepada kakaknya, Yudi Mansur (34) dan bercanda dengan ibunya.
3. Kamis 19 Agustus 2010, Yudi Mansur, kakaknya memotret Yuki menggunakan kamera HP. Rencananya, foto ini akan digunakan untuk mengurus pembuatan KTP di kelurahan.
4. Jum’at 20 Agustus 2010 Yuki membuat KTP di Kecamatan Pasar Kliwon dengan menggunakan pas foto yang dibuatnya pada tanggal 19 Agustus 2010.
5. Sabtu 21 Agustus 2010 Yudi berpamitan ke Jakarta.
6. Ahad 19 September 2010, Yuki Wantoro ditembak mati oleh Densus dalam penggerebekan di sebuah rumah di Belawan, Sumatera Utara.
Karenanya, ISAC mendesak Polri untuk menjelaskan kepada umat terutama keluarga Yuki Purwanto, kenapa Yuki dituding terlibat perampokan CIMB Medan, padahal saat itu Yuki berada di Solo. (voi/arrahmah.com)