JAKARTA (Arrahmah.com) – Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) mengecam keras Festival Film Homo dan Lesbian di Indonesia yang diklaim sebagai festival terbesar di Asia. Homo dan lesbian bukan budaya Indonesia sebagai negara timur yang sangat menjunjung nilai kesusilaan dan religius.
Hal ini ditegaskan Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Syuhada Bahri.
Dijelaskannya, perilaku liwath (homo dan lesbi) dalam pandangan agama merupakan penyimpangan, sedangkan setiap penyimpangan agama adalah kemunkaran. Maka jika sudah begitu, yang terkena azab bukan saja yang melakukan, tapi juga orang di sekitarnya.
Hal itu diungkapkan Syuhada dengan mengutip ayat dalam al-Qur’an Surah al-Isra’ (17) ayat 57, yang berisi pesan akan dahsyatnya dampak penyimpangan-penyimpangan manusia dari ketentuan Allah.
Disebutkna dalam surah dalam al-Qur’an terebut, “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)”.
Syuhada mewanti-wanti, kampanye homoseksual dan lesbian oleh Q! Film Festival tidak saja semakin membuat bangsa kacau balau, tapi juga akan memunculkan konflik horizontal yang parah.
“Yang pasti kita sangat-sangat menolak. Lagi pula ini sudah diprotes oleh Menteri Budaya dan Pariwisata,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik menyarankan agar penyelenggara Q! Film Festival untuk mengirimkan terlebih dahulu film-film yang berisi tentang gay dan lesbi ke Lembaga Sensor Film (LSF).
Wacik juga dapat memahami penolakan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) yang telah mendesak penyelenggara festival film untuk menghentikan gelarannya di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis.
“Festival itu pasti ada aturannya. Harusnya pelaksananya mengirimkan dahulu film-filmnya ke LSF. Nah apa yang terjadi (dari penolakan dari FPI) ini kan akibat dari itu,” kata Wacik usai acara peresmian Festival Film Indonesia di Jakarta, Selasa (28/9) malam.
Wacik mencontohkan bagaimana film Balibo juga harus terlebih dahulu melewati proses sensor di LSF. Film yang mengungkapkan insiden penembakan wartawan Australia oleh pihak yang diduga tentara Indonesia itu sempat dijadwalkan menjadi salah satu film yang hadir di Jakarta International Film Festival (Jiffest) pada tahun lalu.
Terkait dengan pemutaran film-film gay di Q! Film Festival itu, Wacik mengaku masih belum mendapat laporan lengkap.
“Tapi kalau memang demikian harusnya masuk sensor dahulu dan penyelenggara festivalnya harus juga meminta izin dahulu,” ujarnya.
Sementara menurut Syuhada, kalaupun film-film itu lolos, maka penyelenggara sensor film harus dipertanyakan kenapa film yang mengkampanyekan homo dan lesbian tersebut bisa lolos.
“Kerbau jantan sesamanya saja tidak begitu, ini manusia. Apa kita mau kena azab semua,” demikian Syuhada.
Segera Bertobat
Sementara itu, dalam siaran persnya hari Rabu (29/9) DPP Hidayatullah menyampaikan kekecewaan Festival Film Homo dan Lesbi bisa diselesanggarakan di Jakarta.
”Sungguh sangat menjijikkan. Kaum homoseksual, tanpa kita sadari, kian berani unjuk gigi di negeri yang mayoritas Muslim ini,” ujar Kepala Biro Humas DPP Hidayatullah, Mahladi .
Terkait hal ini, organisasi massa Islam ini menyampaikan tiga sikap. Pertama, mengajak kaum homo dan lesbi segera bertobat sebelum azab Allah Subhanahu wa Ta’ala turun kepada mereka. Kedua, mengutuk segala kegiatan yang mensosialisasikan kaum homo¬seksual ini. Ketiga, meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk tidak memberi izin kepada semua pihak yang akan menyelenggarakan acara yang bertujuan mensosialisasikan kaum homoseksual. Keempat, mengajak seluruh organisasi massa Islam di Indonesia, partai-partai Islam, serta masyarakat Muslim untuk bersama-sama memberantas mewabahnya penyakit homoseksual ini. (hdytlh/arrahmah.com)