(Arrahmah.com) – Tinta emas mengabadikannya dalam lembaran-lembaran sejarah Islam sebagai panglima perang yang menghabiskan 19 tahun usianya di medan jihad demi mengawal keselamatan kaum muslimin dari serangan pasukan Khawarij pimpinan Quthari bin Fujaah. Ia juga dicatat sebagai perintis jihad di India. Dan ia memiliki andil besar dalam jihad di Sijistan, Khurasan dan Asia Tengah.
Nama panglima Islam yang hebat tersebut adalah Abu Sa’id Muhallab bin Abi Shufrah Al-Azdi Al-Atki, seorang tabi’in mulia dan tokoh suku Azd di kota Bashrah. Dari suku Azd yang hidup di wilayah pedalaman, ia mewarisi sikap keberanian, ketangkasan, keuletan dan ketabahan. Dari kota Basrah, ia mewarisi peradaban kota Islam zaman khulafa’ rasyidun. Ia termasuk ketua rombongan penduduk Basrah yang diutus oleh gubernur Basrah untuk menghadap khalifah Umar bin Khathab.
‘Karir’ jihad Muhallab bin Abi Shufrah mulai menanjak pada masa khalifah Utsman bin Affan. Ia menjadi salah satu komandan penting dalam pasukan jendral Abdurrahman bin Samurah Al-Qurasyi Al-Absyami dalam perang melawan pasukan Turki dan Persia di Sijistan, tahun 31 H. Saat pasukan Islam itu menaklukkan kota Kabul, Muhallab bin Abi Shufrah dipercaya sebagai pembawa berita gembira tersebut kepada gubernur Kufah.
Pada masa perang Jamal tahun 36 H, khalifah Ali bin Abi Thalib mengangkat Muhallab bin Abi Shufrah sebagai komandan suku Azd.
Pada masa khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Muhallab kembali diangkat menjadi komandan pasukan Islam ke wilayah Khurasan dan perbatasan anak benua India. Setelah pasukan Islam menguasai Khurasan, khalifah mengangkat Hakam bin Amru Al-Ghifari sebagai gubernur Khurasan. Salah satu pertempuran besar yang diikutinya di Khurasan adalah pertempuran dengan pasukan musyrik Turki di Ghaur, daerah di antara Herat dan Gazna.
Bergerak dari Khurasan, Muhallab memimpin pasukan Islam dalam pertempuran dengan pasukan musyrik India. Muhallab berhasil mengalahkan musuh dan menguasai wilayah Lahore dan Bannah, dua wilayah India (Pakistan saat ini) yang berada di antara kota Kabul dan Multan. Muhallab adalah komandan Islam pertama yang merintis jihad di India, puluhan tahun sebelum komandan Muhammad bin Qasim Al-ts-Tsaqafi menaklukkan wilayah India pada masa gubernur Kufah dan Basrah, Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.
Pada masa khalifah Abdullah bin Zubair, Muhallab diangkat oleh gubernur Basrah, Mussh’ab bin Zubair, sebagai komandan pengamanan wilayah. Saat itu pasukan Khawarij yang berkekuatan ribuan orang melakukan serangan, pembantaian dan perampokan terhadap kaum muslimin di Irak dan Iran. Kota Basrah telah terkepung, ribuan penduduk meninggalkan kota dan baying-bayang pembantain telah berada di depan mata. Dengan keberanian, kesabaran dan kerja keras pasukan yang dipimpinnya, pasukan Khawarij bisa dipukul mundur.
Peperangan melawan Khawarij berlanjut selama 19 tahun penuh sampai masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dengan kerja keras, keberanian dan kesabarannya, Muhallab berhasil membebaskan wilayah Basrah, Ahwaz, Karman, Persia, Romahurmuz, Makran dan Tibristan dari gangguan mereka.
Walau telah bekerja keras selama 19 tahun penuh di medan jihad melawan kaum Khawarij, tugas jihad masih menunggu Muhallab. Gubernur Irak segera mengembalikan pasukan Muhallab ke medan jihad di Sijistan dan Khurasan.
Pada tahun 80 H, Muhallab membawa pasukan berkekuatan 8000 prajurit menyeberangi sungai Balkh dan mengepung kota benteng Kisy selama dua tahun penuh. Selama masa pengepungan panjang tersebut, anaknya yang bernama Habib bin Muhallab memimpin pasukan Islam dalam pertempuran dengan pasukan musyrik raja Turki Bukhara. Anaknya yang lain, Yazid bin Muhallab memimpin pasukan Islam menaklukkan wilayah Khutal.
Setelah dikepung dua tahun penuh, penduduk Kisy mengajukan perdamaian dan membayar jizyah kepada kaum muslimin. Pasukan Muhallab pun ditarik kembali ke kota Marwa. Sampai saat meninggal dunia pada tahun 82 H, telapak kaki Muhallab senantiasa berdebu di medan jihad. Ia panglima besar yang tak pernah meninggalkan medan jihad sepanjang hayatnya. Imam Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Muhallab gugur dalam pertempuran di Marwa Rudz pada bulan Dzulhijah 82 H.
***
Ribuan peperangan melawan pasukan muysrik Turki di Sijistan, Khurasan dan Asia Tengah telah diikuti oleh Muhallab bin Abi Shufrah. Beberapa wilayah anak benua India juga telah ia taklukkan. Harta rampasan perang yang diraih dari pasukan musuh, atau jizyah dan kharaj yang dibayarkan oleh orang-orang kafir kepada kaum muslimin sudah tak terhitung lagi banyaknya.
Sebagai prajurit dan komandan perang, Muhallab sudah tentu mendapatkan jatah dari harta rampasan perang (ghanimah), fa’i, jizyah atau kharaj. Baitul mal negara tentu menetapkan jatah tetap untuk dirinya sebagai pejabat tinggi militer. Jika semua harta tersebut dikumpulkan dan dihitung, tentu jumlahnya tidak sedikit. Tegasnya, Muhallab tentu adalah sosok orang yang berada dan berkecukupan.
Ternyata kehidupan sehari-hari Muhallab tidaklah demikian. Ia adalah seorang jendral yang hidup sederhana dan tidak memiliki simpanan harta apapun. Bahkan, ia memiliki banyak hutang. Ulama tafsir, hadits, fiqih dan sejarawan Islam, imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari menulis, “Muhallab tidak memiliki harta. Jika ia diberhentikan dari jabatannya, ia selalu berhutang.” (Tarikhul Umam wal Muluk, 5/135)
Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abu Ishaq yang berkata, “Aku tidak pernah melihat gubernur yang lebih mulia, lebih dermawan dan lebih pemberani daripada Muhallab. Ia adalah orang yang paling jauh dari hal-hal yang dibenci dan paling dekat dari hal-hal yang disukai.” (Siyaru A’lam An-Nubala’, 4/384)
Ia jendral yang selalu memiliki hutang, karena ia dikenal luas sangat dermawan dan jarang sekali menolak permintaan orang. Kepada para pembantunya, Muhallab selalu berpesan agar memperbanyak makanan dan menyedikitkan minuman jika tengah menjamu para tamu. Muhallab tidak ingin tamunya kenyang dengan air. Baginya, hal itu melanggar adab Islam yang memerintahkan memuliakan tamu.
Suatu ketika Muhallab baru kembali dari medan pertempuran bersama pasukannya. Tiba-tiba seorang wanita berdiri di tengah jalan dan menghentikan iring-iringan pasukan Muhallab. Wanita itu berkata, “Wahai panglima, saya telah bernadzar, jika Anda pulang dari medan jihad dengan selamat, maka saya akan berpuasa selama sebulan, dan Anda memberikan kepadaku seorang budak dan uang 1000 dirham.”
Mendengar ucapan wanita itu, Muhallab tertawa dan menjawab, “Ya, aku akan penuhi nadzarmu, tapi jangan kau bernadzar seperti itu lagi, karena tidak semua orang mau memenuhi nadzarmu.”
Muhallab dikenal sebagai orang yang gemar memerdekakan budak. Ucapannya yang sangat terkenal adalah, “Aku heran terhadap orang yang mau membeli budak dengan hartanya, namun ia enggan memerdekakan orang dari perbudakan dengan kemurahan hatinya.”
Dalam pertempuran di kota Samarkand, salah satu mata Muhallab terkena anak panah musuh sehingga mengakibatkan kebutaan sebelah mata. Sebagian orang yang iri atau benci kepadanya terkadang melecehkan dirinya yang cacat sebelah matanya tersebut.
Suatu hari, saat Muhallab sedang berjalan di tengah kota Basrah, ia mendengar seorang laki-laki menyindir dirinya. Kata laki-laki itu, “Orang yang sebelah matanya buta ini menjadi pemimpin, padahal jika ia dibawa ke pasar budak, harganya tidak lebih dari 100 dirham.”
Ucapan laki-laki itu sangat keterlaluan dan menghina. Meski demikian, Muhallab adalah seorang mujahid yang penyabar, santun dan pemaaf. Ia tidak membalas ejekan tersebut dengan ucapan atau tindakan yang sepadan. Muhallab justru menyuruh pembantunya untuk mengantarkan uang 100 dirham kepada orang yang mengejeknya tersebut. Melalui pembantunya, Muhallab justru berpesan, “Seandainya engkau menaikkan harganya, aku pasti juga akan menaikkan pemberianku.”
Kepada anak-anaknya, Muhallab selalu berpesan, “Wahai anak-anakku, hendaklah kalian saling memberi pemberian, niscaya kalian akan saling mencintai!”
Inilah sosok mujahid yang agung, panglima perang yang handal dan gubernur Khurasan yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Kekuatan dan kekuasaannya adalah kasih sayang, hanya dipergunakannya untuk melindungi kaum muslimin dan memerangi musuh-musuh Islam. Demi menjamu tamu, memenuhi nadzar rakyat, memerdekakan budak dan membantu orang-orang yang kesusahan; ia rela menyedekahkan sebagian besar hartanya, bahkan berhutang kepada orang lain.
Umat Islam akan senantiasa merindukan para pemimpin dan panglima perang seperti dirinya. Semoga Allah menerima seluruh amalnya, mengampuni dosanya dan menempatkannya di surga Firdaus yang tertinggi.
Referensi:
Mahmud Syith Khathab, Qadatu Fathis Sindi wa Afghanistan, hlm. 169-208, Beirut: Dar Ibni Hazm, cet. 1418 H.
(muhib almajdi/arrahmah.com)