TASIKMALAYA (Arrahmah.com) – Menteri Agama (Menag) Surya Dharma Ali mengatakan bahwa kerukunan umat beragama yang paling terbaik adalah di Indonesia. Pasalnya, di Indonesia agama mayoritas sangat menghargai agama minoritas.
“Hari-hari besar agama minoritas di Indonesia dijadikan hari libur nasional, Presiden dan Wakil Presiden ikut merayakan hari besar keagamaan termasuk agama minoritas. Negara mana di dunia yang memperlakukan agama-agama termasuk agama minoritas minoritas seperti di Indonesia? Mereka tersentak dan tercengang tidak ada negara seperti itu walaupun Amerika sekali pun,” kata Menag menceritakan pernyataannya dulu kepada utusan pemerintah Amerika, di sela-sela acara sambutan pembukaaan Ijtima Ulama MUI ke-4 di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jum’at (29/6).
Bahkan, menurut Menag, eksistensi penganut Kong Hucu baik aliran sebagai Budaya ataupun sebagai aliran agama, dimana aliran keagamaan Kong Hucu yang populasinya sangat sedikit diberikan penghormatan yang cukup besar. “Saudara Rasad yang dari Amerika itu secara tidak sadar, spontan mengatakan, wah, kami iri dengan Indonesia, umat Islam di Amerika 2 % tidak mendapat perhatian seperti Indonesia memperlakukan agama minoritas,” ujar Surya Dharma.
Lanjut Surya dharma, isu intoleransi agama di Indonesia sering dikaitkan dengan kendala rumah ibadah di Indonesia, padahal menurut Surya, persoalan kendala pembangunan rumah ibadah tidak terkait keyakinan agama, melainkan persolan birokrasi.
“Kendala pembangunan rumah ibadah bukan masalah antara Islam dan Kristen. Tapi, masalah-masalah itu hanya berkaitan persoalan perizinan. Sebagaimana izin-izin mendirikan bangunan lainnya, apa itu rumah, mall, ataupun perkantoran, harus mendapatkan izin,” ujarnya.
Tambahnya, persoalan kesulitan mendapatkan izin mendirikan bangunan rumah ibadah bukan hanya dialami kaum Kristiani, tetapi menimpa juga kaum Muslimin untuk mendirikan masjid. “Di dekat kantor MUI (Pusat), masjid Baitur Makmur, ada sebuah Masjid milik orang betawi, orang NU, gubernurnya juga Isam, tetapi belum mendapat izin. Karena belum terpenuhi persyaratannya,” jelas Menag.
Oleh karena itu, Menag meminta jika ada persoalan harus diselesaikan pokok persoalannya, baik persoalan perizinan ataupun interpretasi hukum, jangan mempersoalkan hal-hal yang bukan pokok dari persoalan tersebut. “Jika kita melakukan di luar jalur itu (pokok persoalannya) maka yang terjadi bukan penyelesaian. Tetapi yang terjadi akan memperluas masalah tersebut dan semua umat beragama akan rugi dan menimbulkan kebencian yang memicu konflik dimasyarakat,” imbuhnya.
Opini bohong intoleransi agama
Lebih dari itu, dihadapan peserta ijtima ulama, Surya Dharma juga menyatakan keprihatinannya dengan kelompok-kelompok yang membangun opini telah terjadi intoleransi beragama di Indonesia kepada PBB dengan memberikan informasi-informasi yang masih dapat diperdebatkan dan ia berkeyakinan informasi tersebu tidak benar.” Kepada pimpinan majelis Ulama untuk memperhatikan persoalan itu, karena sangat merugikan umat Islam,” ujarnya.
Surya Dharma juga membantah opini yang menuding umat Islam Indonesia tidak pro terhadap kebebasan lantaran menolak eksistensi Ahmadiyah di Indonesia. Sebab menurutnya, kebebasan tidak ada yang mutlak dan kebebasan harus dibatasi oleh aturan. ” Kelompok masyarakat yang menginginkan kebebasan mutlak dan kebebasan tanpa batas, berarti kelompok tersebut tidak menginginkan adanya negara, karena negara mengatur dan membatasi masyarakat. Karenanya, kebebasan yang mutlak itu anarkis,” bebernya.
Menanggapi persoalan isu intoleransi agama di Indonesia yang diperbincangkan Menag, Surya Dharma Ali, Ketua MUI Jember , Prof.Abdul Halim, MA dalam kesempatan tersebut menambahkan bahwa intoleransi beragama bukan hanya domain kelompok masyarakat mayoritas kepada minoritas. Tetapi dapat pula dilakukan oleh kelompok minoritas kepada Mayoritas. ” Hal itu kami rasakan di Jember, bagaimana minoritas Syiah berani melakukan penyerangan kepada tokoh NU Jember,” ujarnya.
Tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia juga meminta kepada MUI Pusat menindaklanjuti fatwa sesat terhadap Syiah yang telah dikeluarkan MUI Jawa timur yang dikeluarkan melalui penelitian mendalam dan audiensi kepada beberapa lembaga negara.
Sebelumnya, pembukaan acara Ijtima Ulama Komisi fatwa MUI, dibuka oleh Wapres Boediono dengan melakukan pemukulan bedug secara simbolik setelah sebelumnya Boediono memberikan ceramah sambutan dihadapan peserta Ijtima ulama.
Berdasarkan laporan langsung dilokasi, sambutan juga diberikan oleh salah satu Ketua MUI Pusat, Kiyai Sahal Mahfudz, Ketua panitia Hafidz Usman, dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf. Tak ketinggalan, Menteri BUMN Dahlan Iskan turut hadir dan menjadi pembicara.
Sementara itu, acara ijtima ulama sendiri dihadiri oleh 750 lebih peserta dari seluruh Indonesia dan utusan ulama dari beberapa negara sahabat. (bilal/arrahmah.com)