MAUNGDAW (Arrahmah.com) – Seorang politisi Maungdaw mengatakan bahwa otoritas Burma menggunakan sebuah taktik baru pemerkosaan terhadap masyakarat Muslim Rohingya yang membuat tidak ada tempat aman bagi wanita Rohingya di Maungdaw.
“Otoritas menggunakan taktik pemerkosaan sebagai senjata negara Shan (Burma/Myanmar). Ini dimulai dari sekarang hingga mengeluarkan warga Rohingya dari tanah mereka,” kata politisi Maungdaw yang tak disebut namanya, dilansir Kaladan News pada Rabu (20/6/2012).
“Sejak 8 Juni hingga sekarang, lebih dari 60 wanita diperkosa di Maungdaw oleh personel keamanan -polisi, Hluntin, Nasaka dan tentara- dan bersama dengan warga Rakhine (etnis Buddha) dan pemukim baru (Natala),” tambahnya.
“Sebagian besar wanita Rohingya diperkosa oleh pasukan ‘keamanan’ bersama dengan warga Rakhine dan Natala sementara semua pria dipanggil oleh pihak ‘keamanan’, yang kelompok ‘keamanan’ lainnya memasuki rumah-rumah desa dengan menghancurkan segala barang yang ada di dalam rumah, hanya menjarah barang berharga- emas dan uang. Pada saat itu, semua wanita di dalam rumah di mana Natala dan etnis Rakhine memperkosa wanita Rohingya,” kata seorang korban dari Asheeka para (Paungzarr).
“Pasukan keamanan memasuki desa pada malam hari untuk memeriksa daftar keluarga yang mana pasukan itu memperkosa para wanita Rohingya di rumah karena tidak ada pria yang tinggal di dalam rumah,” tambahnya.
Beberapa kasus pemerkosaan Muslimah Rohingya yang baru-baru ini terjadi dan yang tercatat dalam laporan Kaladan News (nama asli tidak disebutkan -red) adalah, 4 tentara ‘keamanan’ perbatasan Burma (Nasaka) dari pos pemeriksaan tiga mil memperkosa seorang wanita Rohingya, Kala Banu (30) -bukan nama sebenarnya- dari desa Samawna Para di dekat desa Myouthu Gyi pada (15/6) dan Nasaka mengambil seluuh barang-barangnya. Pada (17/6), Amina -bukan nama sebenarnya- diperkosa oleh geng tentara hingga ia meninggal di desa Pandaung Pin (Nalwborna ara) di Maungdaw, dan Dildar (16), Amina (15), Hamida (17), dan Kulsuma (18) -bukan nama sebenarnya- diperkosa di oleh tentara Burma di desa baginena, sementara 2 wanita Rohignya lainnya diperkosa di desa Bagonena pada (18/6).
Selain itu pada (19/6) di desa Nurullah Para, Shawfika (25), Kalabanu (15), Anno (25), Dawlabanu (15), Rozeeya (12), Lalbanu (12), Zanu (25), Gulzahar (15), Bubuli (15), Shunabe (20) -bukan nama sebenarnya- dan dua gadis remaja lainnya yang berusia 12 tahun. Pada (20/6) di desa Paungzarr di Maungdaw, Nunu (25), Bawlkis (24), Katoon (65) dan Hamida (40) -anggota keluarga-, Arnoga (45), Lalbanu (16) dan Mumu (14) -juga anggota keluarga- dan Banu (50) -bukan nama sebenarnya- mereka semua diperkosa oleh tentara Nasaka.
Demikian juga Shawkila (16) -bukan nama sebenarnya- diperkosa oleh Nasaka, yang menyebabkan ia mengalami luka serius dan anggota keluarganya melaporkan hal itu kepada petugas Nasakan di kamp nomor 17 di desa Paungzarr. Petugas itu tidak menerima laporan keluarga korban yang menunjukkan putri mereka yang terluka, petugas hanya memberi mereka uang 10.000 kyat untuk pengobatan dan perawatan agar tidak melaporkan ke petinggi Nasaka, berdasarkan anggota keluarga.
Kaum Muslimin benar-benar tidak dilindungi di Arakan, terutama di Maungdaw dan Akyab oleh pasukan ‘keamanan’ gabungan yang telah menjadi pasukan pembunuh dan pemerkosa biadab. Bukannya melindungi Muslim yang tak berdaya, tetapi mereka membantu etnis Buddha Arakan dalam membakar rumah-rumah di desa-desa Muslim dan menembaki Muslim yang melarikan diri dari rumah mereka yang terbakar. Muslim Rohingya dibunuh sedang rumah mereka ludes terbakar serta Masjid pun dibakar, harta benda mereka dirampas dan wanita Muslimah diperkosa. Anehnya, pemerintah Burma terlihat ‘tak berdaya’ dalam menghadapi kebrutalan pasukan dan warganya. Menurut seorang tetua Maungdaw, pemerintah sengaja melakukan pembersihan etnis secara sistematis untuk membuat masyarakat Muslim Rohingya melarikan diri dari tanah mereka. (siraaj/arrahmah.com)