JAKARTA (Arrahmah.com) – Kata agen rupanya terlalu bagus untuk menyebut orang-orang yang menjadi kepanjangan tangan Yahudi di Indonesia. Kata yang agaknya lebih cocok untuk menyebut mereka adalah kacung. Kacung-kacung Yahudi di Indonesia sekarang ini, dalam bidang ekonomi adalah kelompok yang disebut Neoliberal sedangkan dalam pemikiran, pendidikan, sosial dan budaya adalah mereka yang berada dalam barisan Jaringan Islam Liberal (JIL).
“Benjamin Ketang, Ulil Abshar, Musdah Mulia, itu adalah ghayim. Sebab dalam paradigma Talmud yang disebut sebagai manusia hanyalah bangsa Yahudi, selainnya ghayim (hewan, red),” kata penulis buku-buku tentang Yahudi, Rizki Ridyasmara dalam kegiatan Majelis Taqarrub Ilallah dan Temu Pembaca Suara Islam di Masjid Baiturahman, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu pekan lalu (19/5/2012).
Kegiatan para ghayim ini, menurut Rizki, adalah merusak ajaran Islam dengan tujuan meraup dollar. Dengan nada bercanda, mantan jurnalis majalah Sabili itu menjelaskan bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan pendapat yang mencolok antara aktivis Islam dengan aktivis liberal, yang berbeda adalah pendapatan.
“Mereka nyleneh itu supaya dapat beasiswa penuh ke perguruan tinggi, supaya dapat dollar. Itu Ulil Abshar sendiri yang bilang,” kata Rizki.
Rizki lantas menceritakan pengalaman dirinya saat masih menjadi jurnalis Sabili pada awal tahun 2000an. Saat itu ia bersama rekannya, Nurkholis Ridwan mewawancarai Ulil Abshar Abdallah, Koordintor JIL. Nurkholis sendiri adalah kakak kelas Ulil di LIPIA Jakarta. “Di akhir wawancara, kaset sudah ditutup, Ulil bilang begini, ‘Akhi ana akan tobat kalau ana udah kaya. Sekarang ana lagi ngumpulin dolar’,” kata Rizki menirukan ucapan Ulil ketika itu.
Karena itu Rizki merasa kasihan sekali dengan para mahasiswa sekarang yang ikut-ikutan menjadi liberal. “Mereka yang semangat-semangat itu, tetapi tidak mendapat apa-apa,” ungkapnya.
Diskusipun Motivasinya Uang
Penjelasan Rizki ini memang akhirnya terbukti. Faktor fuluslah yang menjadikan orang-orang liberal itu menjadi hamba Yahudi. Mereka sejatinya tidak meyakini ideologi liberal yang dipelajari dan disebarluaskan itu. Sejatinya yang mereka inginkan hanyalah fulus.
Ini terbukti, pada Selasa malam pekan lalu (15/5/2012). Saat itu Hard Rock FM mengundang dua kubu, Liberal dan Antiliberal, untuk siaran langsung. Pihak antiliberal diwakili tokoh kelompok #IndonesiaTanpaJIL, Sjafril Akmal, sedangkan kubu Liberal rencananya diwakili Abdul Moqsith Ghozali. Tetapi di menit-menit terakhir Moqshit membatalkan dengan alasan istrinya sakit. Tokoh liberal lain seperti Luthfi Syaukhani, Saidiman dan Guntur Romli menolak hadir. Ulil Abshar Abdalla sejak awal memang langsung menolak dan malah merekomendasikan teman-temannya itu.
Berita ketidakhadiran kelompok Liberal dalam talkshow Provocative di Hard Rock FM itupun langsung menyebar. Tentu saja opini negatif mengarah ke kelompok liberal ini. Hingga produser Hard Rock FM, Nugraha Sang Surya, yang awalnya mengaku simpatik ke JIL sekarang berubah menjadi simpatik ke #IndonesiaTanpaJIL. Ini sekaligus mematahkan mitos kelompok liberal yang seolah-olah siap berdiskusi dengan siapapun. Padahal selama ini merekalah yang sering menyalahkan kelompok Islam dan menudingnya tidak memiliki tradisi diskusi.
Lalu, mengapa kelompok Liberal tidak hadir?. Apakah mereka merasa tidak level berbicara dengan Akmal? ataukah ada faktor lain?. Ternyata, selidik punya selidik, faktor fuluslah yang menjadi penyebab ketidakhadiran mereka.
Aktivis liberal Guntur Romli, yang saat ini aktif di Komunitas Salihara di akun twitternya berkicau, “punya acara, banyak dapat iklan, bisnis murni, ngasih honor narsum cuma bisa beli siomay sama es cendol, ter-la-lu :D,” katanya.
Tak berapa lama, dia berkicau lagi. “kalau mau undang debat, jelasin format acaranya, jujur sejak awal, saiapa lawannya, brp honornya, capek2 cuma 2M. ‘makasih mas’ wkk,” kata Guntur.
Kicauan Guntur itu ditanggapi Nugraha Sang Surya. Dia membalas kicauan Guntur, “Banyak tokoh yg lebih berpengaruh dan penting yg sudah datang ke acara kami dan mereka toh tdk pernah mempermasalahkan honor.”
Ternyata Guntur belum berhenti juga biocara soal honor. Dia kemudian mengajari Hard Rock FM cara mengundang orang. “saya tukang undang diskusi, jauh2 hari saya kontak, semua jelas & terbuka, termasuk honor, klau pake makalah brp, gak pake dipotong brp”, kata suami Nong Darol Mahmada itu.
Jadi benar, mereka menjadi kaum yang khalif tu’raf (nyleneh agar terkenal) itu ternyata hanya termotivasi oleh uang. Bisa jadi mereka akan berhenti jadi liberal kalau sudah kaya raya. Cuma masalahnya, batasan kaya raya itu berapa?. Atau malah, sebelum kaya mereka keburu dijemput Malaikat Maut?. Naudzubillah min dzalik. (SI-online/arrahmah.com)