JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua An Nashr Institute Munarman, SH membantah sejumlah klaim dan tuduhan aktifis liberal Ratna Sarumpaet kepada ormas-ormas Islam. Bantahan tersebut diungkapkannnya saat hadir dalam dialog Indonesian Lawyer Club di TV One, Jakarta, Rabu malam (16/5).
Bantahan pertama terkait klaim sepihak Ratna Sarumpaet bahwa kelompok-kelompok liberal mewakili silent majority (istilah untuk kelompok atau masyarakat yang tidak mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka-red), menurutnya pengakuan tersebut merupakan pengakuan yang tidak memiliki fakta.
“Kelompok yang selalu mengklaim silent majority, seolah-olah mewakili silent majority, padahal nggak ada itu. Kita pernah uji lapangan kok, itu tidak terbukti, itu omong kosong besar,” kata Munarman.
Kedua, Munarman membantah kesan yang dibangun bahwa negara tunduk dan dikontrol oleh tekanan kelompok Islam saja.
“Seolah-olah negara mengikuti kelompok tertentu, tuduhannya kan kepada kelompok Islam. Itu mereka meminta membubarkan FPI, menekan-nekan negara, itu kan hendak mengendalikan negara juga. Dulu mereka meminta dibatalkannya RUU APP mengendalikan negara juga,” lontarnya.
Lebih dari itu, menurutnya jika mereka merupakan liberal sejati, seharus membebaskan pula kelompok mana pun berpartisipasi menuntun negara, bukan malah membatasi kelompok lain.
“Satu sisi umat Islam dilarang mengendalikan negara, sementara dengan bebasnya mereka mau mengendalikan negara, ini kan gak bener. Kalau betapa seorang liberal, mestinya dibebaskan saja kita sama-sama mengendalikan negara. Jangan seolah-olah umat Islam mengendalikan negara haram tidak boleh, tapi kalau mereka liberal-liberal itu mengendalikan negara itu halal, boleh,” beber Munarman.
Sambung ketua bidang Nahi Munkar DPP FPI ini, sikap kelompok liberal dalam mengopinikan negara dikendalikan oleh kelompok Islam saja adalah ketidakjujuran mereka dalam bernegara dan pengkhianatan terhadap ideologi mereka sendiri.
“Itu cara berfikir yang tidak liberal justru, mengkhianati liberalisme sendiri. Jadi tidak betul kalau liberal, mereka fasis juga, cuma fasis dalam liberalisme,” tegasnya
Munarman juga membantah pernyataan Ratna Sarumpaet yang seolah-olah kelompok Islam tidak mengurus persoalan kemiskinan, penzholiman terhadap TKI di luar negeri, dan persoalan korupsi. Menurut Munarman, pernyataan tersebut tidak benar, karena seluruh ormas Islam sudah bekerja menangani kemiskinan.
Bahkan terkait persoalan TKI yang mengalami masalah di Arab Saudi, FPI sudah mengadvokasi dan memberi bantuan langsung ke rumah sakit di Madinah, ketika pihak-pihak lain belum dapat menembus ke sana.
“Saya ikut menghantarkan uang itu sendiri, tapi kan tidak ada meliput hal seperti ini,” jelas pengacara muda ini, yang sebelumnya didahului oleh Habib Selon ketika membantah Ratna sekaligus menjelaskan bahwa FPI juga peduli pada persoalan korupsi dan sudah membuat posko di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia pun menegaskan bahwa umat Islam justru yang bekerja untuk kemanusiaan bukan kelompok liberal yang selama ini mengklaim mewakili masyarakat umum.
“Jangan seolah-olah umat Islam tidak melakukan apa-apa untuk kemanusiaan, seolah-olah kamilah yang melakukan untuk kemanusiaan, itukan omong kosong juga menurut saya, gak ada. Kita juga bekerja untuk kemanusiaan juga kok, bukan mereka yang mengklaim kelompok-kelompok mewakili mayoritas, padahal tidak ada yang mewakili mayoritas,” tambahnya.
Munarman juga menantang kelompok liberal untuk membuktikan bahwa mereka mewakili masyarakat mayoritas secara riil, dan menghentikan klaim sepihak yang selalu mereka bangun.
“Saya kira kalau dipertandingkan misalnya, Kita uji saja, kita ilmiyah, faktual, saya tidak mengkhayal-khayal. Itu kelompok di internet yang minta bubarkan JIL atau minta bubarkan FPI yang banyak? Minta bubarkan JIL yang lebih banyak ! Mana ada klaim-klaim begitu, berhentilah mengklaim-klaim mewakili mayoritas. Kita mewakili diri kita sendiri, jadi jelas ideologi kita, bahwa yang diwakili adalah kelompok liberal, bahwa mereka kepinginnya tidak ada larangan apapun bebas-sebebas-bebasnya,” tuturnya.
Dia pun mengutarakan pandangan bahwa jika persoalan kenegaraan dikembalikan kepada parameter konstitusi, tidak ada masyarakat harus berpedoman kepada ukuran kemanusiaan, melainkan kepada religiusitas.
“Tidak ada di konstitusi itu kita harus menghormati kemanusiaan, ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 28 konsitusi juga, ini mesti kelakuan-kelakuan kita juga harus menghormati norma-norma budaya dan agama setempat. Jadi mengada-ada juga Lady Gaga disuruh pakai kebaya, yang fakta-fakta saja,” pungkas Munarman disambut tepuk tangan hadirin. (bilal/arrahmah.com)