YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Ribuan umat muslim dari berbagai Ormas Islam dan warga setempat berkumpul dalam acara Tabligh Akbar di Masjid At-Taqwa Bedoyo Sampang, Gunung Kidul, Yogyakarta guna menolak keberadaan tempat ibadah serta wisata religi bagi kaum Salibis yang berada di tengah pemukiman penduduk desa Sampang, Gunung Kidul, Yogyakarta Ahad (6/5/2012).
Sedangkan Tabligh Akbar ini sendiri di isi oleh Ustadzah Maria Anastasia Dwi Eny Widiastuti dari Jogja dan Ustadzah Dewi Purnamawati dari Solo. Kedua ustadzah ini adalah mantan aktivis Katholik.
Aksi ini berawal dari keresahan masyarakat sekitar yang merasa terganggu dengan keberadaan wisata religi tersebut yang ternyata telah berdiri selama dua tahun tanpa sepengetahuan mayoritas warga setempat.
Dalam proses pemenuhan syarat dukungan dari warga setempat, pihak pengelola tempat wisata tersebut hanya mendapat persetujuan dari 60 warga, itupun dengan cara yang terkesan sembunyi-sembunyi dan memanipulasi tanda tangan warga. Keresahan warga tersebut mengundang simpati umat islam lainya yang datang dari berbagai wilayah Yogyakarta, Klaten Solo dan sekitarnya.
Tempat wisata yang proses pembangunanya telah mencapai 90 % tersebut sebenarnya belum mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) meskipun sudah dibangun sejak bulan September 2010, dengan kata lain tempat tersebut dibangun tanpa ijin atau ilegal.
Penduduk keseluruhan Desa Sampang berjumlah 500 orang, dan dari jumlah tesebut hanya tercatat 50 orang yang non muslim, sehingga pendirian wisata rohani ini menyalahi aturan. Hal ini jelas bertentangan dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Dua Menteri tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadah, yakni pada BAB IV pasal 13 ayat 1 yang berbunyi,
“Pendirian tempat ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan atau desa”, Serta menimbulkan keresahan warga yang juga bertentangan dengan pasal 13 ayat 3 yang berbunyi ” Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu kententraman dan ketertiban umum, serta mematuhi perundang-undangan”.
Dari berbagai fakta di atas, berbagai elemen masyarakat dan Ormas Islam yang hadir seperti HTI, Banser, KOKAM, JAT, HI, FUI, HTI, MMI, FKAM, Jamaah Hizbullah dan warga setempat menyatakan menolak keberadaan Goa Maria Wahyu Ibuku Giri Wening di Desa Sampang dan mendesak pemerintah Kabupaten Gunung Kidul untuk menghentikan proses pembangunan wisata rohani tersebut dan menutupnya untuk selama-lamanya karena adanya kekhawatiran akan digunaka untuk program-program kristenisasi di wilayah Gunung Kidul.
Apalagi proses pembuatan bangunan tersebut sangat provokatif sekali dengan memalsukan tanda tangan para warga dan ijinnya-pun tidak ada. Maka dengan adanya data dan fakta tersebut seluruh elemen umat islam seperti HTI, Banser, KOKAM, JAT, HI, FUI, HTI, MMI, FKAM, Jamaah Hizbullah yang ada di Klaten, Jogja, Solo dan warga setempat mendesak kepada pemerintah setempat untuk tidak meneruskan proyek pembangunan agar apa yang terjadi di Goa Maria Sendang Sriningsih terulang ditempat mereka. (bilal/FAI/arrahmah.com)