Oleh: Abul Hasan bin Muhammad al-Faqih
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi petunjuk kepadanya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang Dia menyesatkannya maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wa ba’du:
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan bulan Ramadhan dengan beberapa keistimewaan yang baik dan keutamaan yang terang, maka Dia menjadikannya sebagai bulan iman dan taqwa, bulan pemisah dan petunjuk. Dia Subhanahu wa Ta’ala melipat gandakan amal kebaikan, mengangkat derajat orang-orang yang puasa di dunia dan akhirat. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Maka sangat beruntung bagi orang yang berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala dan menjauhkan diri dengannya dari neraka. Maka di siang harinya ia termasuk orang yang berzikir dan di malam harinya termasuk orang yang beribadah lagi bersyukur, serta terhadap lapar dan hausnya termasuk orang yang mengharapkan puasa lagi sabar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
البخارى « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » .
“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu.”
Maka seperti apakah kondisi kaum salaf di bulan Ramadhan?
Ramadhan adalah bulan ibadah dan taubat:
Tidak disangsikan lagi bahwa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tujuan akhir seorang muslim dalam kehidupan. Saudaraku yang mulia, ia mencakup semua ucapan dan perbuatan, lahir dan batin yang diridhai, maka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tujuan yang terus berlanjut seperti berlanjutnya kehidupan pada seorang manusia muslim. Akan tetapi tujuan ini lebih ditekankan di bulan yang keutamaan sangat agung, faedahnya sangat banyak, dan manaqibnya sangat besar. Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan padanya al-Qur’an, melipat gandakan kebaikan, dan menguraikan limpahan ampunan padanya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan Dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shuhuf (lembaran) nabi Ibrahim ‘alaihis salam diturunkan di permulaan malam dari bulan Ramadhan dan diturunkan Taurat tanggal enam bulan Ramadhan, Injil diturunkan tanggal tiga belas Ramadhan, dan al-Qur’an diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.”
Bulan Ramadhan adalah hiburan bagi setiap orang yang berdosa, peringatan bagi orang yang lupa, pendidikan bagi orang yang jahil, pemberi semangat bagi setiap orang yang beramal. Wahai orang yang melewati batas atas dirinya dan mengikuti hawa nafsunya serta menjauhi kebenaran, telah datang kepadamu yang mulia dengan bulan yang mulia, perbaharuilah padanya imanmu, engkau bertaubat padanya dan kembali, dan engkau menolak darimu padanya konsekwensi dosa.
Ingatlah, sesungguhnya engkau menemui bulan yang mulia ini merupakan kenikmatan yang agung dan karunia yang mulia..
Saudaraku! Kesempatan dan keuntungan. Dan padanya dibuka pintu-pintu surga, dilipat gandakan pahala dan ibadah. Maka padanya: ‘Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni darinya dosanya yang terdahulu. Bagi orang yang puasa dikabulkan segala do’a!!
Maka jadikanlah -wahai saudaraku- dari bulan Ramadhan sebagai bulan ibadah, petunjuk keberuntungan, kebaikan dan tambahan: firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [النور/31]
“Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nuur: 31)
Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajak kepada taubat karena mengharapkan keberuntungan di segala waktu, maka sesungguhnya waktu terbaik untuk bertaubat dan paling bersih adalah bulan Ramadhan karena keutamaan dan keistimewaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya yang menunjukkan keberkahan dan keagungannya.
As-Sirri as-Siqathi berkata: Tahun adalah pohon, bulan adalah cabangnya, hai-hari adalah dahannya, jam adalah daun-daunnya, dan napas hamba adalah buahnya. Maka bulan Rajab adalah hari-hari berdaunnya, Sya’ban adalah hari-hari bercabangnya, dan Ramadhan adalah hari-hari memetiknya, dan orang-orang beriman adalah para pemetiknya.
Saudaraku, andaikan dibukakan bagi ahli kubur pintu angan-angan, niscaya mereka berangan-angan hidup satu hari di bulan Ramadhan.. mereka kelaparan padanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, kehausan padanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, menghidupkan siangnya dengan membaca al-Qur’an, menambah iman dan memohon ampunan, dan menghidupkan malamnya dengan ibadah, shalat, doa, dan menangis, dan memohon ampunan dan kebebasan dari neraka.
Wahai saudaraku, sekarang engkau masih hidup dalam keadaan wal afiyat, telah datang kepadamu bulan Ramadhan dan engkau membuka lembaran darinya dengan kelupaan, apakah engkau melihat dirimu melupakan kelebihannya?.. ataukah engkau melihat dirimu tidak mengetahui keutamaannya?.. atau engkau melihat dirimu mendapat jaminan ampunan, maka apakah imanmu tidak bersiap-siap dengan kedatangan Ramadhan?
Engkau berharap -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjagamu padanya- di bulan ini dan alangkah agungnya bulan ini dan ingatlah di hari engkau diletakkan di dalam kubur.
Dan katakanlah tolonglah wahai jiwa dengan sabar sesaat Maka tidak adalah dia melainkan hanya satu waktu kemudian berlalu
Maka saat bertemu orang yang kerja keras menjadi hilang
Dan jadilah orang yang berduka menjadi senang gembira
Ingatlah, sesungguhnya setiap malam dan siang di bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerdekakan ahli neraka dari neraka dan sesungguhnya bagi setiap muslim memiliki doa yang akan dikabulkan Allah swt.
Ingatlah, sesungguhnya di bulan Ramadhan itu ada lailatul qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan: firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ [القدر/3]
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. al-Qadar: 3)
Ingatlah, sesungguhnya:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه ، و « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » البخاري
“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa shalat di bulan Ramadhan niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.”
Ingatlah, sesungguhnya:
« إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ » صحيح البخارى
“Apabila masuk bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu neraka serta syetan-syetan dibelenggu.”
Dan ingatlah: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi):
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ ، إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى ، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ (صحيح البخارى)
“Setiap amal anak manusia adalah untuknya kecuali puasa maka sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang membalasnya…”
Saudaraku, renungkanlah waktu yang lepas darimu di bulan rahmat dan ampunan! dan ingatlah orang yang telah puasa bersamamu dan bulan Ramadhan yang lalu, apakah dia masih bersamamu pada Ramadhan hari ini atau ia telah ditinggalkan oleh angan-angan yang berlalu.
Maka segeralah -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepadamu- beribadah, taubat dan istighfar, selalu berzikir, berdoa di waktu sahur…
Imam Malik rahimahullah, apabila telah datang bulan Ramadhan, ia menghentikan membaca hadits dan majelis ilmu dan mengkhususkan diri membaca al-Qur’an dari mushhaf.
Sebagian salaf mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat Ramadhan setiap tiga malam, Sebagianya setiap tujuh hari, di antaranya Qatadah. Dan sebagian yang lain setiap sepuluh hari, di antaranya Abur Raja’ al-“Atharidi.
Al-Aswad membaca (mengkhatamkan) al-Qur’an setiap dua malam di bulan Ramadhan.
An-Nakha’i melakukan hal itu khusus pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, dan pada bulan yang lain setiap tiga malam. Dan Qatadah selalu mengkhatamkan al-Qur’an setiap tujuh hari, pada bulan Ramadhan setiap tiga hari, dan pada sepuluh hari terakhir setiap malam.
Iman Syafi’i rahimahullah mengkhatamkan enam puluh kali di bulan Ramdhan yang dia membacanya di luar shalat, dan dari imam Abu Hanifah rahimahullah seperti itu juga.
Wahai saudaraku, ingatlah sesungguhnya kebahagiaan di dua negeri bergantung dengan realisasi taqwa dalam jiwamu. Kemudian ingatlah, sesungguhnya Ramadhan adalah jalan menuju taqwa, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ البقرة: 183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. al-Baqarah:183)
Bagaimana seorang muslim beribadah kepada Rabb-nya di bulan Ramadhan, dan bagaimana ia menghabiskan waktu-waktunya sehingga ia menjadi orang yang bertaqwa, yang beruntung dengan mendapatkan karunia dan pahala-Nya?
Bagaimanakah engkau menghabiskan bulan Ramadhan?
Sungguh manusia bergembira dengan kedatangan bulan puasa, mereka mendapatkan padanya kebaikan dan keberkahan, namun sedikit sekali yang menunaikannya menurut cara yang menyebabkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan membangunnya dengan taat, ibadah dan menunaikan kewajiban. Terkadang berbagai macam penyimpangan yang belum pernah di bulan-bulan sebelumnya, menjadi ada di bulan Ramadhan, seperti israf (berlebihan), mubazir, menyia-nyiakan shalat, begadang di depan program-program televisi, menghabiskan waktu dalam permainan, dan keluyuran di jalanan. Semua itu dengan alasan karena capek dan hiburan sambil menunggu waktu berbuka.
Jika kita merenungi kondisi salafus shaleh dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan. Bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shaleh, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Setiap keburukan ada dalam bid’ahnya kaum khalaf
Dan setiap kebaikan ada dalam mengikuti kaum salaf.
Maka bagaimana kita menghidupkan bulan Ramadhan sebagaimana kaum salaf menghidupkannya?
Pertama: menjaga hukum-hukum puasa:
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam dan rukun ini tidak sah kecuali dengan dua syarat:
1) Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى (صحيح البخارى)
“Setiap amal ibadah harus diserta niat dan bagi setiap seorang tergantung apa yang diniatkannya.”
2) ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
« مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ » . صحيح البخارى
“Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia ditolak.”
Seorang muslim yang melaksanakan puasa wajib menjaga dua syarat ini yang dengannya terealisasi puasanya.
Adapun memelihara ikhlas maka dengan cara mengarahkan hati hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya mengharapkan pahala dari-Nya saja. Adapun menjaga ittiba’ dalam puasa maka dengan cara mengetahui hukum-hukum puasa sehingga sah puasa seorang muslim, didapatkan dengan keutamaan dan pahala, dan tertolak dengannya siksaan.
Apakah mungkin seorang muslim bisa merealisasikan ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam puasa, sedangkan ia jahil terhadap puasa-puasa yang wajib, yang membatalkannya, dan rukun-rukunnya.
Saudaraku yang mulia, …supaya puasamu berada di atas petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya memberikan nasehat kepadamu agar mempelajari hukum-hukum puasa, mendalaminya, bertanya kepada para ulama, dan menghadiri pengajian-pengajian. Maka sesungguhnya jahil terhadap hukum-hukum puasa bisa menjerumuskan muslim dalam larangan-larangan puasa atau yang membatalkannya.
Dan yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini secara ringkas adalah:
Pertama: rukun-rukun puasa yang terdiri dari empat rukun: 1)niat, 2)menahan diri dari yang membatalkan, 3) waktunya yaitu dari sejak terbit matahari hingga tenggelamnya, 4) orang yang puasa yaitu seorang muslim yang baligh berakal, yang mampu melaksanakan puasa lagi tidak ada halangan.
Kedua: yang membatalkan puasa, yaitu:
- Jima’ (berhubungan suami istri) di siang hari bulan Ramadhan.
- Mengeluarkan mani secara sengaja.
- Makan dan minum secara sengaja.
- Yang sama seperti makan dan minum, seperti suntikan infus dan darah.
- Berbekam.
- Muntah secara sengaja.
- Keluar darah haid dan nifas.
Ketiga: Makruh-makruh dalam puasa, yaitu sangat banyak, di antaranya adalah:
- Terlalu berlebihan dalam berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu’.
- Menyambung puasa.
- Mengumpulkan air liur dan menelannya.
Keempat: adab-adab puasa yang wajib, di antaranya:
- Menjauhi dusta.
- Menjauhi ghibah (mengupat).
- Menjauhi namimah (mengadu domba).
- Menjauhi bersaksi palsu.
- Menjauhi menipu dalam transaksi.
Kelima: Adab-adab puasa yang dianjurkan/disunnahkan:
- Menunda sahur dan menyegerakan berbuka.
- Menahan lisan dari perkataan sia-sia dan tidak berguna.
- Membukakan orang yang puasa.
- Mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sedakah dan amal shalih.
Saudaraku yang mulia, ingatlah selalu bahwasanya mendapat taufiq untuk puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala tidak bisa sempurna kecuali dengan menjaga hukum-hukum dan syarat-syaratnya serta mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padanya. Puasa bukan hanya semata-semata menahan diri dari makan dan minum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ » . صحيح البخارى
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan palsu dan melakukannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memperdulikan ia dalam meninggalkan makanan dan minumannya.”
Saudaraku, janganlah engkau melewatkan dengan memahami hukum-hukum puasa. Maka sesungguhnya ia adalah pondasi puasa. Dan janganlah engkau ketinggalan mengamalkannya, maka orang yang mengamalkan itu sedikit sekali.
Kedua: Menjaga shalat-shalat wajib:
Shalat adalah tiang agama dan diterimanya puasa mengharuskan diterimanya shalat. Bagaimana bisa manusia melalaikan shalat wajib dan menyia-nyiakannya, sementara ia berpuasa di siang harinya. Sedangkan mereka mengetahui bahwa menjaga shalat dalam waktunya lebih wajib di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ ». سنن الترمذى
“Perjanjian yang ada di antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh ia menjadi kafir.”
Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata: seorang hamba tidak akan pernah bisa menjadi ‘abid (ahli ibadah), sekalipun ia mempunyai semua perkara kebaikan sehingga padanya ada dua perkara ini, yaitu puasa dan shalat, karena keduanya berasal dari darah dan dagingnya.
Mubarak dan Fadhalah rahimahullah berkata: ‘Aku berkunjung kepada Tsabit al-Bunani rahimahullah di saat sakitnya. Dia tetap mengingat teman-temannya. Maka tatkala kami masuk kepadanya, ia berkata: ‘Wahai saudaraku, kemarin aku tidak bisa shalat seperti biasanya, dan aku tidak bisa puasa seperti biasanya, aku juga tidak bisa mendatangi teman-temanku lalu berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama mereka seperti biasanya.’ Kemudian ia berkata: ‘Ya Allah, apabila Engkau menghalangi aku dari tiga perkara ini maka janganlah Engkau biarkan aku di dunia sesaat pun.’ Lalu ia meninggal dunia saat itu.’ Banyak sekali orang yang terlalaikan oleh film-film dan sinetron, atau tidur dan kelupaan, lalu ia berpaling dari menunaikan shalat. Ia mengira bahwa persoalannya ringan padahal ia sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketiga: Menjaga shalat tarawih: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ( البخاري)
Barangsiapa yang beribadah (shalat) di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.”
Dan dalam hadits Sa’ib bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Sesungguhnya qari membaca dua ratus ayat, sehingga kami memegang tongkat karena sangat lama berdiri dan mereka tidak pulang kecuali saat fajar.
Dan termasuk yang harus engkau jaga, wahai saudaraku, janganlah engkau pulang sebelum imam, maka sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ (سنن النسائي)
“Barangsiapa yang shalat bersama imamnya sampai ia (imam) berpaling (pulang) niscaya ditulis untuknya shalat satu malam.”
Dan sesungguhnya di antara kesempurnaan iman dan mengharapkan pahala dalam puasa adalah bersemangat dalam shalat malam, tidak gelisah darinya, atau menyibukkan diri darinya di bulan Ramadhan. Terutama di masa kita sekarang ini, di mana sangat banyak sebab-sebab fitnah. Berbagai macam canel menayangkan berbagai macam program yang menggiurkan, film dan sinetron langsung setelah berbuka puasa yang membuat orang lupa melaksanakan shalat, dan yang mereka lihat berupa kegilaan dan perbuatan sia-sia yang menggiurkan.
Keempat: Memperbanyak zikir dan membaca al-Qur’an:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemurah, dan terlebih lagi di bulan Ramadhan saat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, lalu melakukan tadarus al-Qur’an. Jibril ‘alaihis salam menemuinya setiap malam di bulan Ramadhan, lalu melakukan mudarasah al-Qur’an kepadanya. maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditemui Jibril ‘alaihis salam lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin kencang yang bertiup.”
Dan telah kami sebutkan contoh salafus shaleh dalam membaca al-Qur’an dan mudarasahnya di bulan Ramadhan. Bagaimana tidak, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan padanya, firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan waktunya dengan kemuliaan al-Qur’an dan menjadikan pahala membacanya dilipat gandakan dan kebaikannya melimpat. Az-Zuhri rahimahullah, apabila masuk bulan Ramadhan, meninggalkan membaca hadits dan majelis ilmu, dan menghadapkan diri membaca al-Qur’an dari mushhaf. Sufyan ats-Tsauri rahimahullah, apabila tiba bulan Ramadhan, ia meninggalkan semua ibadah dan menghadapkan diri untuk membaca al-Qur’an. Dan sudah seharusnya bagimu, wahai saudaraku yang mulia, engkau membacanya dengan tadabbur dan khusyu’, hingga engkau merasakan hasil membacanya. Dan hendaklah engkau menjaga zikir-zikir yang diriwayatkan (dalam hadits). Sesungguhnya ia adalah pemukul syetan dan jalan mendapatkan ridha ar-Rahman. Terutama zikir pagi dan sore, hamdalah, tasbih, dan istighfar. Sungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Apabila telah melaksanakan shalat fajar, beliau duduk di tempat shalat hingga terbit matahari.’ Dan diriwayatkan darinya shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ (قَالَ أَبُو عِيسَى : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. ) (الترمذي)
“Barangsiapa yang shalat fajar berjamaah, kemudian ia duduk berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rekaat, adalah baginya seperti pahala haji dan umrah yang sempurna.”
Kelima: Pemurah dan bersedakah: dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أفضل الصدقة صدقة في رمضان
“Sedakah yang paling utama adalah sedakah di bulan Ramadhan.” (HR At-Tirmidzi, dhoif menurut al-Munawi dalam At-Taisir)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa menggabungkan di antara puasa dan sedakah termasuk yang menyebabkan masuk surga, di mana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ ) سنن الترمذى(
“Sesungguhnya di dalam surga adalah kamar yang bisa dilihat depannya dari dalamnya, dan dalamnya dari depannya.’ Mereka bertanya, ‘Untuk siapakah wahai Rasulullah? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bagi orang yang memperbaiki ucapan, memberi makan, selalu puasa, shalat di malam hari sedangkan manusia tertidur.”
Seorang peminta datang kepada imam Ahmad rahimahullah, lalu dia memberikan dua roti yang disiapkannya untuk sarapan pagi, kemudian dia berpuasa.
Dan gambaran bersedakah dan pemurah beraneka ragam, di antaranya: memberi makan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا مُؤْمِنٍ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوعٍ أَطْعَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَقَى مُؤْمِنًا عَلَى ظَمَإٍ سَقَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ (سنن الترمذى)
“Seorang mukmin manapun yang memberi makan kepada mukmin yang lain yang sedang kelaparan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya makanan dari buah-buah surga. Dan barangsiapa yang memberi minum seorang mukmin yang kehausan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi minuman kepadanya dari rahiqul makhtum.”
Dan membukakan orang yang puasa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. (سنن الترمذى)
“Barangsiapa yang membukakan orang yang puasa, niscaya untuknya pahala seperti pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang puasa sedikitpun juga.”
Banyak sekali dari kaum salaf yang mengutamakan orang lain dengan berbuka mereka, sedangkan mereka berpuasa, di antaranya adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Daud ath-Thai, Malik bin Dinar, Ahmad bin Hanbal rahimahumullah, dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Keenam: I’tikaf dan memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan): sunnah I’tikaf banyak ditinggalkan orang kebanyakan manusia yang mampu melakukannya, padahal disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah. Salafus shaleh sangat bersemangat melakukan dan melaksanakannya karena mengandung pahala besar dan bertepatan sepuluh hari terakhir yang diharapkan padanya lailatul qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan. I’tikaf adalah ibadah yang dimudahkan bersamanya segala ibadah, seperti membaca al-Qur’an, shalat, zikir dan do’a.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا . (صحيح البخارى)
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam i’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari, maka tatkala di tahun yang beliau wafat, beliau i’tikaf selama dua puluh hari.”
Dan untuk i’tikaf adalah beberapa hukum yang mesti dipelajari oleh yang berpuasa untuk ibadah yang agung ini, maka dengannya i’tikafnya menjadi benar di atas sunnah.
Ketujuh: mengawasi lailatul qadar dan memperbanyak berdoa: maka sesungguhnya puasa termasuk salah satu penyebab dikabulkan doa. Maka sudah semestinya orang yang puasa bersungguh-sungguh atasnya sepanjang malam bulan Ramadhan, maka ia adalah pintu kebaikan yang paling luas dan jalan yang paling mudah kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ فِي الدُّعَاءِ (المعجم الكبير للطبراني قال الهيثمى (8/31) : رجاله رجال الصحيح غير مسروق بن المرزبان ، وهو ثقة . وأخرجه البيهقى فى شعب الإيمان (6/429 ، رقم 8767) .)
“Manusia yang paling lemah adalah orang yang lemah berdoa.”
Terlebih lagi, sesungguhnya kesungguhan seorang muslim shalat di bulan Ramadhan sesuai waktu sahurnya, yaitu waktu penuh berkah yang dikabulkan doa, dihapuskan kesalahan, dan ditunaikan hajat padanya.
Hati-hatilah, wahai saudaraku yang mulia, bahwa engkau keluputan kebaikan besar dan keutamaan yang mulia, yaitu lailatul qadar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (صحيح البخارى)
“Barangsiapa yang ibadah (shalat) pada lailatul qadar karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.”
Maka alangkah agungnya malam itu…padanya diampuni segala kesalahan…dicapai derajat dengannya….dan sesungguhnya ia harus dicari, mesti ditekuni dengan sungguh atasnya karena mengharapkan taufiq untuk kebaikannya yang agung.
Semoga rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya sekalian.
Dikutip dari: KEMBALI KEPADA RAMADHAN KAUM SALAF ﴿ عودة إلى رمضان السلف﴾ ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي Penyusun : Abul Hasan bin Muhammad al-Faqih Terjemah : Hidayat Mustafid. MA , Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad, 2009 – 1430, islamhouse.com.
﴿ عودة إلى رمضان السلف﴾« باللغة الإندونيسية »تأليف : أبو الحسن بن محمد الفقيه ترجمة: هداية المستفيد مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد 2009 – 1430
Source: nahimunkar.com