JENEWA (Arrahmah.com) – Setelah beberapa waktu mengguncang dunia dan menjadi headline di sejumlah media, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi umumkan bahwa pandemi flu babi telah berakhir dan keterjangkitannya secara global tidak seperti yang dicemaskan satu tahun lalu, Reuters melaporkan pada Selasa (10/8/2010)
Di hadapan sejumlah wartawan di Jenewa kemarin (10/8), direktur WHO, Margaret Chan, membantah bahwa pihaknya membesar-besarkan kasus pandemi virus H1N1 pertama selama lebih dari 40 tahun itu. Akibatnya, beberapa negara Barat masih memiliki stok vaksin flu yang tidak digunakan dalam jumlah besar.
Seorang pakar kesehatan masyarakat Hong Kong ini mengatakan, dunia beruntung karena senjata biologis yang bernama virus H1N1 itu tidak bermutasi ke bentuk yang lebih mematikan.
Ia mengklaim bahwa stok vaksin yang ada cukup efektif melawan virus flu ini. Stok vaksin H1N1 masih efektif menghadapi kemungkinan ancaman, lanjutnya. Sejauh ini, virus flu babi itu pun tidak mengembangkan resistensi luas terhadap antiviral oseltamivir.
“Kita kini bergerak menuju masa paska-pandemi,” katanya.
Chan membela keputusannya tentang pengumuman adanya pandemi flu H1N1 pada Juni 2009. Ia mengklaim bahwa deklarasi kebahayaan virus ini tahun lalu merupakan pengumuman yang didasarkan pada kondisi yang nyata. Namun demikian, Chan mengingatkan otoritas kesehatan agar tetap mewaspadai penyebaran virus flu babi ini sebagai bagian dari flu musiman pada tahun-tahun mendatang.
Virus flu babi itu masih mengancam berbagai kelompok resiko tinggi, seperti para wanita hamil yang mendapat manfaat dari program vaksinasi, katanya.
Pada Juni 2009, WHO mengumumkan pandemi virus flu babi setelah Amerika Serikat dan Meksiko diserang virus ini dan kemudian menyebar ke banyak negara di dunia dalam enam minggu. Pandemi 2009 ini merupakan yang pertama sejak 1968.
Untuk menghadapi kemungkinan terburuk H1N1, sebanyak 350 juta orang di seluruh dunia telah menjadi sasaran vaksinasi. Belasan perusahaan farmasi kemudian memproduksi vaksin flu, seperti Sanofi-Aventis, GlaxoSmithKline, Novartis, AstraZeneca dan CSL.
Sekitar 18.450 orang di seluruh dunia dipastikan meninggal dunia akibat terinfeksi virus flu babi.
Namun WHO mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu sedikitnya satu tahun setelah pandemi dinyatakan berakhir untuk bisa mengetahui jumlah pasti korban yang tewas.
Jauh sebelumnya, pandemi flu tahun 1957 menewaskan dua juta orang sedangkan pada pandemi flu tahun 1968, satu juta orang meninggal dunia. (althaf/arrahmah.com)