JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua lajnah Siyasiyah (politik) DPP Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan menolak 5 rekomendasi Komnas HAM kepada DPR RI untuk dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (RUU KUB) dan menilai rekomendasi tersebut ditunggangi kepentingan asing.
“Sikap Hizbut Tahrir itu jelas, menolak semua rekomendasi itu, rekomendasi itu terlihat bagaimana direkomendasi bukan kepentingan asli disini, tapi kepentingan kelompok tertentu dan dibalik kelompok itu adalah kepentingan asing” Kata Ustadz Haris Abu Ulya kepada arrahmah.com, di Jakarta, Jum’at (20/4).
Lebih dari itu, pada dasarnya Ideologi yang diberada dalam rekomendasi tersebut sudah usang, dan merupakan alat kaum liberal serta kepentingan asing untuk mendominasi Umat islam di negeri ini.
“Jadi, faham yang dikembangkan itu sudah tidak compatible lagi diterapkan di Indonesia, substansi yang diusung Komnas HAM itu sangat liberal, ini salah satu instrumen yang dipakai orang-orang liberal dan kepentingan asing untuk meliberalisasi seluruh aspek kehidupan umat Islam di Indonesia” bebernya.
Indikasinya, menurut Ustadz Haris, pada persoalan isu kerukunan yang pasti ujungnya membidik kelompok Islam yang dianggap sebagai ‘pembuat masalah’
“Contoh bicara persoalan kerukunan itu nanti sasarannya pasti ormas-ormas Islam. Karena, mindset yang dimiliki mereka, yang menjadi trouble maker dalam konflik sosial itu adalah kelompok Islam. Ini benar-benar dimainkan mereka serius di ranah regulasi, dan akan dijadikan payung memarjinalkan peran ormas Islam.”paparnya
Oleh karena itu, Dia menegaskan kembali sikap tidak menerima HTI terhadap rekomendasi Komnas HAM tersebut.
“Jadi kita menolak, ini sudah kebablasan.” pungkas Ustadz Haris.
Seperti diberitakan, Komnas HAM mengajukan 5 rekomendasi nyeleneh kepada DPR, diantaranya menghapus aturan tentang tidak sahnya pernikahan beda agama, menghapus pencantuman agama dalam berbagai dokumen kependudukan, menghapus pasal perlindungan dan penodaan agama, menghapus SKB 2 menteri tentang pendirian rumah ibadah, dan menghapus hak peserta didik dalam mendapatkan pelajaran agama sesuai agama yang dianutnya. (bilal/arrahmah.com)