SABTU (Arrahmah.com) – Di dunia pers, ada banyak jenis wartawan. Tapi, wartawan yang baik, jika memiliki ideologi “jihad”. Demikian paparan peniliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Dr. Adian Husaini dalam seminar “Kapitalisme Pers dan Umat Islam” di Unair, Surabaya Sabtu (31/7).
Adian, yang juga pernah menjadi wartawan Harian Republika, mengaku punya alasan kuat atas pendapatnya. Menurutnya, idealisme bagi seorang wartawan penting, tapi akan jauh lebih penting jika ditopang ideologi. Hal itu dikatakan Adian lebih khusus pada wartawan muslim, terlebih bagi yang bekerja di media yang mengaku Islam.
Sebab, jika tidak demikian, jelas Adian besar kemungkinan akan terperangkap dalam kapitalisme media.
“Jangan hanya masuk jadi wartawan karena kerja dan ingin cari duit saja,” jelas pria yang rajin menulis buku ini.
Menurut penulis buku “Soeharto, Habibie dan Islam” ini, media yang mengaku sebagai media Islam, harus bangga dengan ke-islaman yang diusung. Adian pun menyayangkan jika ada media yang mengaku Islam, tapi malu-malu bahkan justru lebih menonjolkan sisi yang tidak islami.
Lebih dari itu, menurutnya, di tengah-tengah kapitalisme media, pers Islam jangan sampai ikut arus. Pers Islam harus menyuarakan Islam dan jangan hanya cari untung saja.
Terkait hal itu, ada hal menarik saat Adian jadi wartawan. Dulu, katanya, dia sempat dicap oleh atasanya gara-gara banyak protes. Ceritanya, jika koran tempat Adian bekerja memuat berita yang menurutnya tidak sesuai Islam, langsung dipasang di mading dan dikritik. Karena ulahnya itulah, lalu Adian dicap sebagai wartawan
tukang kritik.
Adian pun berani menanggung risikonya. Termasuk, katanya, ketika honor dipotong. Tapi, meski begitu, Adian tak perlu protes.
“Ketika jadi wartawan, saya nggak pernah tanya gaji saya berapa. Yang penting kerja,” ujarnya.
Selain Adian, hadir dalam seminar yang diprakarsai Dept. Ekonomi Syariah Unair dan INPAS Surabaya, Direktur Media Watch, Sirikit Syah dan Ketua Dewan Pengawas Pengurus Pusat PRSSNI, Judy Djoko Wajono.
Dalam paparanya, Sirikit mendorong agar para pelajar Islam lebih giat dalam dunia tulis menulis. Selama ini, kata Sirikit, dirinya sulit mendapati pelajar Islam yang bisa menulis. Padahal, ujarnya, dengan tulisan banyak hal yang bisa dimanfaatkan; dakwah, pencitraan atau membuat opini.(hdytlh/arrahmah.com)