ENDE (Arrahmah.com) – Indonesia yang dikenal dengan zamrud khatulistiwa karena kaya akan sumber daya alam dan tanahnya yang sangat subur, namun rakyatnya harus megalami rawan pangan, hal ini terjadi di sekitar 85 desa di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Sekitar 85 desa di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terancam rawan pangan karena ketersediaan pangannya hanya 0-50 persen, kata Bupati Ende Don Bosco M Wangge di Ende, Senin.
Ia menambahkan berdasarkan hasil pemantauan dan analisa situasi pangan di semua kecamatan di Kabupaten Ende, hanya Kecamatan Detusoko dan Kecamatan Wewaria yang tidak masuk dalam kategori ancaman rawan pangan, karena tingkat ketersediaan pangannya di atas 99 persen.
Sepuluh kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Pulau Ende, Ende, Ende Selatan, Ende Tengah, Ende Utara, Ende Timur, Ndona, Ndona Timur, Wolowaru, dan Lio Timur masuk dalam kategori ancaman rawan pangan, kata Wangge.
Selama 2009, katanya menjelaskan, ketersediaan pangan di Kabupaten Ende sebesar 76,07 persen dari total kebutuhan 42.206 ton, atau mengalami kekurangan pangan sekitar 10.101,94 ton.
Menurut Wangge, produksi pangan di Kabupaten Ende dari tahun ke tahun belum mencukupi kebutuhan masyarakat setempat, sehingga masih harus dipasok dari luar dalam bentuk beras untuk masyarakat miskin (Raskin), beras rawan pangan, beras untuk PNS yang diadakan Bulog serta perdagangan antarpulau.
Ia mengakui bahwa komoditas ubi kayu merupakan penyumbang terbesar bagi ketersediaan pangan di Kabupaten Ende dengan kelebihan produksi sampai 717,75 ton dari produksi normal.
Sementara komoditas yang mengalami kekuarangan yakni padi sebesar 8.701 ton, jagung 2.487 ton, kacang tanah 110 ton, kacang hijau dan kacang lainnya mengalami kekurangan produksi sekitar 161 ton.
Wangge mengatakan rendahnya ketersedian pangan itu sebagai akibat dari rendahnya realisasi tanam untuk masing-masing komoditas jika dibandingkan dengan potensi lahan basah dan lahan kering yang ada di wilayah Kabupaten Ende, sehingga tingkat produktivitasnya pun rendah.
Ia menambahkan rendahnya produksi tanaman pangan juga karena ditimpah angin kencang, banjir, kekeringan yang lebih dari enam persen, dan curah hujan yang tidak menentu mencapai lebih dari 10 persen. (ANT/arrahmah.com)