TASHKENT (Arrahmah.com) – Pihak berwenang Uzbekistan tidak hanya memantau internet dalam rangka untuk mengurangi dampak dari ‘Musim Semi Arab, tapi sedang berusaha untuk mengekspor tindakan ofensif semacam ini pada skala dunia, Reporters Without Borders menyatakan dalam laporan yang diterbitkan pada Selasa (12/3/2012), yang juga diperingati sebagai Hari Melawan Sensor Cyber Dunia.
Menurut Reporters Without Borders, LSM yang bertujuan untuk melindungi kebebasan pers, Uzbekistan telah membuat “kemajuan” dalam upaya untuk menyensor web di seluruh dunia dan sekarang berusaha untuk mengekspor model kontrol internet itu ke negara lain.
Tashkent, bersama dengan Cina dan Rusia, telah menandatangani Kode Etik Internasional untuk penggunaan internet, yang dirancang untuk melindungi negara-negara tersebut dari ancaman terorisme dan lainnya. Sekarang pemerintah Uzbek sedang berusaha untuk membawa Kode Etik ini ke PBB, kata Reporters Without Borders.
Dalam pernyataannya, RWB mengulas bahwa para penguasa Uzbek terus berkoar mengenai kebebasan pers sementara mereka sendiri terus memberlakukan kebijakan yang cukup ketat.
Uzbekistan merupakan salah satu negara yang paling represif, termasuk dalam mengurusi sensor dan pemantauan pengguna internet.
Pada Hari Pekerja Media, yakni tanggal 27 Juni 2011, Presiden Karimov berdalih bahwa pemerintahnya “mendukung penuh keinginan warga untuk menggunakan Internet.”
RWB mengutip Karimov lebih lanjut: “Kami sama sekali tidak menerima pembatasan dalam dunia informasi yang mengarah pada isolasi, dan kami sangat mengutuk ‘kekuatan destruktif’ yang ‘cenderung menyesatkan para pemuda’.
“Retorika para pejabat ini sangat jauh dari realitas,” klaim RWB.
“Uzbekistan adalah salah satu negara yang paling represif terhadap internet. Pemerintah Uzbek semakin menyensor dan memantau ketat terhadap arus informasi online pada tahun 2011 sebagai reaksi atas Muslim Semi Arab,” kata LSM tersebut dalam laporannya.
Pihak berwenang Uzbek merasa terancam dengan potensi situs jaringan sosial, mengingat situs tersebut memiliki peran dalam memantik protes selama revolusi berlangsung di dunia Arab – khususnya Tunisia, Mesir, dan Libya – tahun lalu. (althaf/arrahmah.com)