WASHINGTON (Arrahmah.com) – Perdana Menteri sementara Libya, Abdel Rahim al-Kib mengatakan pada hari Jumat (9/3/2012) bahwa bisnis Rusia disambut baik di Tripoli dan pihaknya siap untuk menghormati kontrak yang sudah ada, meskipun ia menyesal peran Moskow selama revolusi berlangsung di negara Afrika utara tersebut, Middle East Online melaporkan pada Sabtu (10/3).
“Kami berharap bahwa Rusia akan merasakan apa yang terjadi di Libya selama delapan bulan revolusi,” kata al Kib saat berkunjung ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden Barack Obama dan Menlu Hillary Clinton.
“Apakah kita senang dengan Rusia menangani situasi? Mohon maaf, tidak,” katanya dalam penampilannya di hadapan para think tank Carnegie Endowment for International Peace.
Rusia mengkritik tajam operasi militer yang dipimpin NATO di Libya, dan mengatakan tindakan itu sudah benar-benar melampaui resolusi Dewan Keamanan PBB yang dirancang untuk melindungi rakyat Libya dari serangan pasukan Muammar Gaddafi.
“Apakah kami menyambut Rusia untuk kembali dan menjalankan proyek bersama? Ya, selama mereka tidak melayani rezim masa lalu dan tidak memiliki koneksi dengan rezim sebelumnya,” kata al Kib.
“Apakah kami menghormati kontrak? Saya katakan ya, tetapi setelah meninjau mereka. Mereka harus tetap berada di bawah hukum dan kami harus memastikan bahwa korupsi tidak ada di sana,” kata perdana menteri Libya.
Pada tahun-tahun sebelum pemecatan Gaddafi pada Agustus tahun lalu, Rusia mendapatkan kontrak yang menguntungkan di industri minyak, kereta api, dan pertahanan.
“Ini adalah revolusi yang mahal, yang tidak mudah. Anda (Rusia) dipersilakan untuk datang kembali. Namun, perlu diingat bahwa kami tidak ingin rezim masa lalu,” kata al Kib. (althaf/arrahmah.com)