JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan keumatan di Indonesia, para cendekiawan dan ulama muda dari berbagai unsur umat Islam bersepakat membentuk Majelis Intelektual dan Ulama baru yang diberi nema Majelis Itelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Selasa malam (28/2/2012), bertempat di Jakarta, MIUMI dideklaraskan. Deklarasi dibacakan dalam tiga bahasa, Arab, Inggris, dan yang terakhir Indonesia, oleh HM. Zaitun Msi, Adnin Armas, M.A., dan oleh H. Fadhlan Garamatan dari Papua.
Majelis ini dipimpin oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, ketua program Kader Muda Gontor Ponorogo, dan Sekjen diamanahkan kepada dai kondang Ustadz Bachtiar Natsir Lc., yang juga narasumber rubrik konsultasi agama di Harian Umum Republika. Di jajaran pimpinan MIUMI ada Dr. Adian Husaini, ketua program magister dan doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Dr. Mukhlis Hanafi, pakar Tafsir Al-Qur’an dari Pusat Studi Al-Qur’an dan Kementerian Agama RI.
Selain itu, pimpinan MIUMI diisi pula dari berbagai unsur organisasi dan corak pemikiran keagamaan. Seperti Kyai Muhammad Idrus Romli, ulama muda NU Jawa Timur yang cukup produktif menulis buku, Ustadz H. Farid Okbah MAg, Direktur Islamic Center Al-Islam, Bekasi, H. Muhammada Zaitun Rasmin MSi, Ketua Umum Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar.
Ada Dr. Ahmad Zain An-Najah, pakar Syari’ah alumnus Al-Azhar University Cairo dan Wakil Ketua Majelis Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ustadz Jeje Zainuddin MAg, ulama muda Persatuan Islam (Persis), juga ada Ustadz Fahmi Sim MA, pakar Al-Qur’an yang juga anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, dan sebagainya.
“Tujuannya adalah membantu bangsa Indonesia dalam menghadapi persoalan,” kata Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi memulai pengenalan MIUMI kepada pers.
Dr. Fahmi menjelaskan, penggunaan istilah intelektual dan ulama dalam wadah baru ini, bertujuan mengawal proses penyikapan majelis tersebut dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
“Disebut intelektual adalah, kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara ilmiah, dan disebut ulama kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang syar’iyyah,” ujarnya.
Dr. Fahmi juga menepis anggapan bahwa MIUMI merupakan rival atau tandingan dari organisasi yang bergenre sama. “MIUMI tidak untuk menyaingi Majelis Ulama, atau mengambil alih tugas-tugas ormas seperti Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, akan tetapi kami memperkuat tugas-tugas, yang sudah dilakukan atau yang belum dilakukan ormas-ormas dan lembaga yang ada,” paparnya.
MIUMI menurutnya, bukanlah ormas yang mengurusi persoalan belum pernah ada, akan tetapi MIUMI akan menyikapi persoalan yang ada dengan spirit yang berbeda dengan ormas sejenis yang ada.
“Tidak ada yang baru sebenarnya, hanya saja kita menghadapinya dengan semangat muda,” lontar Dr. Fahmi.
Ustadz Bachtiar Natsir melengkapkan, tentang makna “muda” dalam MIUMI, bahwa MIUMI memang dipelopori oleh intelektual dan ulama muda. “Kita ingin mengambil inspirasi kemudaan. Karena, kata “muda” identik dengan perubahan. Kami ingin melakukan perubahan yang serius dan sungguh-sungguh menuju ke arah yang lebih baik,” katanya.
Dalam deklarasi tersebut, MIUMI menetapkan jargon: UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BERADAB. “Dengan itu kami berharap, Indonesia yang merupakan negeri Muslim terbesar di dunia, akan menjadi negara yang besar, bermartabat, adil, makmur, di bawah naungan ridho Ilahi,” kata ustadz Bachtiar lagi.
Mengenai hubungan MIUMI dengan politik atau partai politik, Ustadz Bachtiar menjelaskan, bahwa ulama wajib memahami politik agar tidak menjadi korban dari politk. Tetapi, katanya, ulama harus menyadari kedudukan dan tugas utamanya sebagai pelanjut risalah kenabian (waratsatul anbiya), sehingga ulama wajib mengawal jalannya politik dan pemerintahan agar tidak merusak dan menzalimi masyarakat.
Karena itu, menurut Ustadz Bachtiar, pengurus MIUMI tidak boleh merangkap jabatan dalam suatu kepengurusan partai politik. “MIUMI tidak anti partai, tetapi kami justru menjaga silaturrahim dan tali ukhuwah serta tali taushiyah dengan aktivis-aktivis atau tokoh partai politik,” ujarnya lagi. Sahabat dan saudara yang baik adalah yang mengingatkan di saat sahabatnya melakukan kesalahan. “Kita saling mengingatkan,” tambahnya.
Deklarasi tersebut juga dihadiri oleh para ulama dan cendekiawan muda dari berbagai daerah. Di antaranya,ada Dr. Dasman, pakar hadits dari UIN Riau, Dr. Muinudinillah Basri, pakar Syari’ah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Syamsul Hidayat, wakil ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah yang juga dosen pasca sarjana UMS. Ada juga perwakilan ulama dan cendekiawan dari Bali, Papua, NTT, Sulsel, Aceh, Sumut, dan sebagainya.
Dalam acara tersebut, hadir pula ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD, Ketua Umum Muhammadiyah Dr. Din Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto yang kesemuanya memberikan sambutan pada acara tersebut.
Menurut Ustadz Bachtiar, MIUMI rencananya akan dibentuk di berbagai propinsi dan kota di Indonesia, bahkan sampai membuka perwakilan di luar negeri. Sebab, selain MIUMI sangat diperlukan unuk menangani problematika umat, juga diperlukan untuk pembinaan para intelektual dan ulama muda ini. “Jangan sampai potensi-potensi yang sedang tumbuh ini tidak teroptimalkan,” pungkasnya.
Acara tersebut juga diramaikan dengan pembacaan beberapa puisi oleh penyair drh. Taufiq Ismail dan diakhiri dengan do’a oleh KH. Kholil Ridwan yang sempat pula memberikan komentar agar para ulama mengikuti jalannya Rasulullah dan para ulama salaf. (bilal/arrahmah.com)