Anak seorang ulama Masjid Lal yang terbunuh ditolak sekolah di beberapa lembaga pendidikan Pakistan. Anak tak berdosapun, ikut dipersalahkan
Walau Abdul Rasyid Ghazi sudah terbunuh, dan masih tampak sisa-sisa “penghancuran” yang dilakukan militer Pakistan terhadap masjid Merah pada bulan Juli yang lalu, untuk “membersihkannya” dari puluhan pelajar madrasah diniyah yang berlindung di dalamnya, tapi anak-anaknya pun masih mendapat perlakuan tidak adil, yaitu ditolak dari sakolah-sekolah. Maulana Abdul Rasyid Ghazi adalah tokoh ulama Masjid Lal atau Masjid Merah yang tempo hari dibantai tentara Pakistan.
Sayidah Humaira, janda Ghazi mengatakan kepada islamonline.net, bahwa dirinya terpaksa mengajar sendiri keempat anak-anaknya di rumah, setelah 5 sekolah menolak mereka. Ia menjelaskan, “pihak sekolah telah memberi tahu saya bahwa mereka tidak mungkin menerima anak-anaknya, karena mereka tidak menginginkan pemerintah Pakistan marah”.
Ghazi memiliki 4 anak, mereka adalah Harun (14), Haris (12), Hamzah(4), dan seorang anak perempuan, Kinat (8). Dulu Harun dan Haris belajar dan menghafal Al-Quran di madrasah diniyah yang dikelolah masjid Merah, Sedangkan Kinat telah mengenyam bangku kelas 3 di salah satu sekolah dasar favorit milik pemerintah. Seharusnya dua anak laki-lakinya sudah duduk di kelas 8 dan 6, karena mereka telah menyelesaikan kelas 7 dan 5 di masjid Merah.
Wanita lulusan fakultas adab itu bertanya-tanya,”Saya tidak memahami, laknat apa yang ditujukan kepada anak-anak saya, kenapa? Apa yang telah dilakukan anak-anak saya? Apa dosa mereka? Ia manambahkan,”pemerintah telah memisahkan anak-anak saya dari ayah mereka, dan sekarang mereka ingin memisahkan anak-anak dari pendidikan”.
Akan tetapi Humairah enggan menyebutkan sekolah-sekolah yang telah menolak anak-anaknya, ia hanya mengatakan, “Para pengurus sekolah-sekolah itu memiliki latar belakang yang berhubungan dengan militer dan pemerintah”.
Ia juga enggan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah tempat dulu ia belajar, yang berdekatan dengan masjid Merah. Ia beralasan,”anak-anak mendapat perlakuan menyakitkan selama penyerangan militer terhadap masjid Merah, di sana juga tempat wafatnya ayah mereka dengan keadaan yang menyedihkan, dia (anak perempuannya) juga enggan pergi ke sekolah itu. Ia menambahkan, bahwa tidak ada jalan lain dihadapannya, kecuali mendidik anak-anaknya sendiri di rumah.
Sumber: Hidayatullah