JAKARTA (Arrahmah.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) kali ini menghadirkan saksi dari terpidana kasus pelatihan militer Aceh, saksi dihadirkan saat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar kembali sidang lanjutan perkara tindak pidana terorisme kelompok Kemayoran dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.
“Sembilan orang saksi diajukan oleh kubu jaksa penuntut umum,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fatkhuri, Jakarta, Selasa (24/01).
Dari kesembilan saksi itu, kata Fatkhuri, empat orang adalah anggota tadrib askari Jihad Aceh.
“Empat orang saksi adalah terpidana kasus jaringan Aceh diantaranya terpidana Ubaid, Arifin alias Rambo, Abdul Hamid dan Bayu Seno Adji,” terang Fatkhuri.
Sedangkan lima saksi lainnya adalah anggota kepolisan dan tokoh masyarakat.
Kelompok i’dad Kemayoran terdiri dari tujuh orang yaitu Santhanam, Martoyo, Jumarto, Umar, Paimin, Budi Supriadi, dan Ali Miftah.
Mujihadul Haq alias Uqbah alias Mujahid alias Muhajir, yang divonis 4 tahun terkait pelatihan jihad di Aceh Besar, mengakui dirinya pernah meminta meminjam rumah Ali Miftah sebagai tempat pertemuan Asy-Syahid InsyaAllah Dulmatin dengan ustad Abu Bakar Ba’asyir.
“Saya pernah meminjam rumah Ali Miftah untuk dipakai sebagai tempat pertemuan antara Dulmatin dengan Abu Bakar Ba’asyir,” kata Uqbah saat menjadi saksi di PN Jakarta Pusat.
Lebih dari itu, saksi juga menjelaskan bahwa terdakwa Ali Miftah pernah ikut ke Aceh dan berada satu mobil dengan saksi. Saksi menyatakan dirinya menjemput Ali Miftah di Medan dan berada di Aceh selama satu minggu.
Tetapi pada akhirnya, saksi dan terdakwa berpisah saat keduanya bersama rombongan hendak pulang ke Jawa. Saksi singgah di Lampung, sementara rekan-rekannya kembali ke Jawa.
Sementara itu, saksi lainnya Yusuf Arifin dan Bayu Seno yang juga bagian dari pelatihan jihad Aceh, menyatakan mereka pernah melihat Ali Miftah saat menjadi supir pengganti di perbatasan Aceh-Medan.
Dalam dakwaannya, Ali Miftah di dakwa telah melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yakni berencana menyebarkan racun sianida di berbagai kantor kepolisian di wilayah Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah.
Ketujuh terdakwa terancam hukuman penjara minimal 15 tahun penjara. Sedangkan untuk Santhanam dan Ali Miftah, yang diduga menjadi penggeraka aksi tersebut, terancam hukuman mati berdasarkan Pasal 9 Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.Dakwaan lain terhadap para ikhwan, Pasal 7, Pasal 13 dan Pasal 15 UU yang sama. (bilal/arrahmah.com)