JAKARTA (Arrahmah.com) – Jaksa Penuntut Umum hadirkan tujuh orang saksi pada sidang lanjutan kasus terorisme dengan terdakwa kelompok Jihad Kemayoran, tujuh orang saksi tersebut dihadirkan untuk didengar keterangannya di hadapan Majelis hakim .
“Hari ini kami menghadirkan tujuh orang saksi,” kata Jaksa Penuntut Umum, Fathkuri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (17/01).
Adapun kelima orang saksi berasal dari warga Kemayoran dan Serdang adalah Suwardi dan Rusli pemilik kontrakan yang disewa. Santana, Adang Jaya, Hermawan, dan Edi Susanto. Selain itu, dua terpidana kasus terorisme yang dihadirkan menjadi saksi yakni Ridwan dan Anshola.
Saat ditanya majelis hakim terkait barang bukti pen gun yang ditemukan dirumah terdakwa Santhanam, saksi Suwardi, mengatakan bahwa ia hanya melihat barang bukti setelah ditunjukkan oleh Densus 88, saat menggeledah rumah terdakwa yang merupakan kontrakan milik Rusli yang terletak di Serdang, Kemayoran,Jakarta Pusat.
“Saya melihatnya,” kata Suwardi di hadapan Majelis Hakim.
“Selain, saya, istri terdakwa juga melihat penggeledahan tersebut secara langsung, dan warga melihat saja dari luar sementara terdakwa tidak ada ditempat,” tambahnya.
Saat itu barang bukti yang ditunjukkan oleh tim Densus 88 adalah 3 pen gun, satu laptop , handphone, ATM, dan racun yang dimasukan kedalam botol aqua yang berwarna bening .
Saksi yang juga ketua lingkungan setempat mengaku tidak mengetahui kegiatan Santhanam sehari-hari dengan persis, apalagi aksi terorisme seperti yang didakwakan.
“Saya tidak tahu keterlibatan dia. Saya tahu dia ditangkap densus karena terlibat teroris. Yang saya tahu, dia itu suka berkumpul didepan teras rumahnya bersama kawan-kawannya. Dia itu pedagang buku,” tuturnya
Sebelumnya, JPU telah mendakwa tujuh orang aktivis islam ini telah melakukan tindak pidana terorisme.
Ketujuh aktivis adalah Santhanam, Martoyo, Jumarto, Umar, Paimin, Budi Supriadi, dan Ali Miftah.
JPU menilai Para terdakwa berencana akan meracuni makanan di kantin markas kepolisian dengan racun sianida. Racun sianida itu direncanakan disebarkan di kantin kantor Polsek, Polres, dan Polda di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah. Kantor Polsek Kemayoran menjadi sasaran percobaannya.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa telah membantah dakwaan tersebut, Menurut kuasa hukum mereka Tamin, berbagai senjata yang dimiliki oleh para terdakwa yang ditemukan oleh polisi tidak dimaksudkan untuk menyebarkan teror.
“Tidak pernah dimaksudkan atau diniatkan untuk dipakai sebagai alat untuk melakukan tindak pidana terorisme,” kata Tamin.
Ia juga mengatakan bahwa kegiatan pelatihan militer yang dilakukan para terdakwa hanyalah sebatas bertujuan untuk membantu warga Muslim yang tertindas di Palestina.
Ketujuh terdakwa terancam hukuman penjara minimal 15 tahun penjara atau maksimal hukuman mati untuk Santhanam, yang menjadi otak dari rencana tersebut, dan Ali Mufthi berdasarkan Pasal 9 Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.(bilal/arrahmah.com)