JAKARTA (Arrahmah.com) – Amnesty Internasional untuk sekian kalinya turut campur dalam persoalan dinamika agama di Indonesia. Kali ini, amnesty mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan bagi ratusan pengikut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura.
“Kami memiliki kekhawatiran tentang kondisi di desa mereka. Bahkan, beberapa kini mereka sudah tidak memiliki rumah lagi,” kata Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, melalui pesan elektroniknya, Sabtu (14/1).
Sam juga menyorot kesediaan dan kesiapan polisi untuk melindungi komunitas ini dari potensi serangan lanjutan berbasis agama. Selain itu, ia juga meminta polisi untuk menahan para pelaku penyerangan.
“Ini bahkan bukan pertama kalinya para pengikut Syiah telah diserang. Memaksa mereka untuk kembali ke tempat yang tidak aman, tanpa perlindungan yang jelas atau penawaran tempat relokasi alternatif. Ini jelas melanggar prinsip-prinsip yang disepakati secara internasional tentang hak-hak orang pengungsi internal,” paparnya dalam lansiran vivanews.
Bukan kali ini saja Amnesty turut campur dalam dalam berbagai persoalan yang menyangkut eksistensi Islam dan Umat Islam di Indonesia. Sebelumnya, pada medio 2011 Amnesty juga pernah memberikan pernyataan sinis terhadap proses peradilan pembunuhan warga Ahmadiyah yang memprovokasi warga ketika itu.
Sam Zarifi mengatakan serangan di Cikeusik mengirimkan sinyal menakutkan untuk agama minoritas di Indonesia. Vonis ini menunjukkan bahwa serangan terhadap kelompok agama minoritas, khususnya Ahmadiyah, tidak ditanggapi secara serius oleh pemerintah setempat, ujarnya.
Lebih dari itu, Sam tanpa memperdulikan latar belakang konflik antara kaum muslimin dengan agama Ahmadiyah, mendesak pemerintahan Presiden Yudhoyono untuk mencabut keputusan SKB 3 menteri dan peraturan daerah membatasi kegiatannya, kata Sam Zarifi.
“Sudah saatnya Indonesia mengembangkan strategi konkret untuk memperkuat penghormatan terhadap kebebasan beragama dan toleransi beragama, yang jelas memburuk dalam beberapa tahun terakhir,” imbuhnya
Bahkan, Amnesty berani menggugat penegakan syari’at Islam di Nangroe Aceh Darussalam. Amnesty menilai hukum cambuk yang diterapkan kepada para pelaku maksiat.
Menurut Sam Zarifi, tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkat dalam penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional. “Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakibatkan cedera jangka panjang atau permanen,” ujarnya.
Untuk itu, ia minta Pemerintah Indonesia harus bertindak menghentikan penghukuman ini, yang termasuk perilaku kejam, tidak manusiawi dan merendahkan serta sering termasuk dalam penyiksaan.
Bagai pahlawan kesiangan, Amnesty menyurati Kepolisian Daerah Metro jaya dan menumpahkan keprihatinannya atas gagalnya kepolisian mengamankan para banci yang sedang berkonferensi untuk menyebarkan eksistensi kebejatan moral.
Indonesia adalah Negara yang berdaulat, tidak semestinya Amnesty international melakukan intervensi terhadap persoalan yang dihadapi umat Islam dengan semau diri tanpa. Memperhatikan sebab dan latar belakang dari sebuah masalah.
Lalu, memastikan setiap penyerangan kepada kaum minoritas adalah kiriminal. Apakah amnesty international tidak memahami kelompok minoritas yang sering dianggap olehnya terdiskriminasi, selalu bermain api mengganggu eksistensi Kaum muslimin.
Sebut saja kasus Cikeusik, dimana Ahmadiyah dengan senaja memprovokasi warga masyarakat dengan mendatangkan orang-orang dari luar daerah,dan tidak mau dievakuasi oleh aparat keamanan.
Apakah akan menjadi perhatian Amnesty International pula? Sepertinya Amnesty International sengaja menutup mata dari sebab dan latar belakang gesekan umat Islam dengan kaum minoritas.
Karena, Amnesty International memang hanya akan membela ideology-ideologi Yahudiyah yang menyebarkan kesesatan ditengah masyarakat. Amnesty tidak akan peduli dengan bencana yang menimpa umat Islam di Indonesia. Dan kita bisa lihat, tidak pernah ada respon Amnesty International terhadap pembantaian kaum muslimin di Maluku dan di Poso.
Jadi, sebaiknya pemerintah jangan menghiraukan desakan dan tuntutan organisasi-organisasi komprador yang berjalan diatas kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Pemerintah harus punya kedaulatan sendiri dalam menjalankan hukum di negaranya.
Sebab, kaum muslimin Indonesia tidak pernah gentar dengan ancaman apapun dari mereka-mereka yang berbuat makar terhadap Islam.
Wallahu’alam bishshowab
(bilal/dbs/arrahmah.com)