KHARTOUM (Arrahmah.com) – Militer Sudan pada hari Sabtu (14/1/2012) membantah melakukan pemboman warga sipil dalam sebuah operasi yang dilaporkan oleh pemberontak menewaskan 16 warga desa dan lima pasukan pemerintah di dekat perbatasan Sudan Selatan.
Empat pemberontak terluka dan “kurang dari tiga orang” tewas dalam pertempuran itu, Mubarak Ahmed Abdelrahman, dari sayap pemuda pemberontak di negara bagian Kordofan Selatan, kepada AFP melalui telepon satelit.
Negara bagian yang menghasilkan minyak itu tetap berada di bawah pemerintahan Khartoum Sudan Selatan sejak merdeka pada Juli, tetapi pertempuran sejak Juni telah mengadu pemberontak Nuba, yang pernah bersekutu dengan pemberontak di Selatan, untuk melawan tentara Sudan.
Insiden terbaru diawali pada tanggal 7 Januari dimana pasukan Sudan melakukan pemboman udara di desa Angola yang menewaskan sembilan warga sipil dan 26 warga lainnya terluka, menyusul hari berikutnya dengan pemboman di sekitar Al-Buram yang menewaskan tujuh orang, klaim Ahmed.
Tempat terjadinya insiden tersebut terletak sekitar 30-40 kilometer dari perbatasan utara. Akses menuju wilayah ini dibatasi, sehingga media mengalami kesulitan untuk memastikan kabar ini.
Sawarmi Khaled Saad, juru bicara militer Sudan, membantah setiap pemboman yang terjadi namun mengatakan pasukan pemerintah telah melakukan “operasi besar” dalam rangka mengusir pemberontak dari daerah itu.
“Kami tidak memiliki data mengenai korban tewas atau yang terluka di kedua sisi, baik pemerintah atau pemberontak,” katanya.
Namun menurut keterangan Ahmad, tentara Sudan bergerak dari Kadugli, ibukota Kordofan Selatan, untuk menangkap kota militer Tess, “tapi kami segera merebutnya kembali.”
Saat pasukan pindah ke Al-Buram, sebelah timur, pertempuran besar terjadi pada hari Selasa dan Rabu, katanya.
“Kami menghancurkan satu konvoi lengkap … lima truk besar yang membawa amunisi dan senjata, sementara empat truk lainnya ditangkap dan ditemukan lima mayat tentara pemerintah di tempat kejadian,” Ahmed mengatakan. Sebuah konflik serupa yang terjadi di negara bagian terdekat, Blue Nile.
PBB mengatakan ratusan ribu orang mengungsi karena pertempuran di dua negara bagian.
Pengungsi yang melarikan diri ke Etiopia dan Sudan Selatan dilaporkan mengalami kekurangan pangan dan disinyalir menderita gizi buruk, Valerie Amos, ketua tim donor PBB, mengatakan dalam kunjungan ke Khartoum bulan ini.
Dengan alasan keamanan, pemerintah Sudan terus melarang badan donor asing untuk memasuki wilayah konflik tersebut.
Gubernur Kordofan Selatan, Ahmad Harun, dicari oleh Pengadilan Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di wilayah Darfur, Sudan.
Sudan dan Sudan Selatan menuduh satu sama lain mendukung pemberontak di dalam perbatasan mereka masing-masing.
Sudan Selatan menjadi bagian independen pada Juli tahun lalu dalam sebuah referendum yang diawali dengan dua dekade perang saudara. (althaf/arrahmah.com)