Syekh Umar Bakri Muhammad, dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Keimanan, Sifat, dan Kualitasnya (Gema Insani, Jakarta 2005) menjelaskan perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Ahlus Syi’ah. Dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), beliau juga menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh. Berikut penjelasannya.
Siapakah Syi’ah Rafidhoh?
Dalam penggunaan di bidang politik, sunnah atau Ahlus Sunnah berarti sekelompok masyarakat (komunitas) yang berlawanan dengan Syi’ah (kita tidak bicara tentang Syi’ah di masa Imam Ali r.a., mereka dari kalangan Ahlus Sunnah. Kita bicara tentang kelompok Syi’ah Rafidhoh yang ada sekarang ini). Sehingga ketika dikatakan Ahlus Sunnah, kita mengartikannya seseorang yang percaya bahwa khalifah pertama adalah Abu Bakar, kemudian Umar, Utsman, dan Ali r.a. Sedangkan kelompok Syi’ah Rafidhoh berbicara tentang 12 imam dan pengetahuan mereka tentang hal gaib serta kesempurnaan mereka.
Untuk alasan persoalan ini, sesungguhnya ada persoalan yang sangat penting yang membedakan antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah Rafidhoh selain keduanya berada dalam jalan yang berbeda. Lalu siapakah yang dimaksud dengan golongan Syi’ah Rafidhoh?
Syekh Umar Bakri menjelaskan hakikat Syiah Rafidhoh secara terperinci di dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah di halaman 73. Menurut beliau, As Syi’ah Ar –Raafidiyah dewasa ini dikenal juga dengan nama kaum Ja’fari, Imamiyah, dan Istna Asy’ariyyah (imam 12), yang tidak sama dengan kaum Syi’ah di masa Imam Ali. Mereka sesungguhnya mengikuti ide dan ajaran seseorang bernama Abdullah bin Saba.
Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari San’a di Yaman. Ibunya bernama Sauda. Abdul Hasan Asy’ari member komentar tentang Abdullah bin Saba:
“Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi. Dia menyimpan kemarahan yang hebat di hatinya terhadap keyakinan baru (Islam) yang menghancurkan dominasi kaum Yahudi dan kekuasaan terhadap kaum Arab di Madinah dan Hijaz. Dia memeluk Islam pada masa khalifah Utsman. Dia berpergian ke kota-kota seperti Hijaz, Basra, Kufah, dan Syria. Ke manapun dia pergi dia akan mencoba sebisa mungkin untuk meminta pandangan setengah penduduk kota tersebut. Akan tetapi, dia tidak dapat mewujudkan maksud baiknya.
Kemudian dia pergi ke Mesir dan menetap di sana. Dia mulai berjuang untuk merendahkan dan mengejek keyakinan masyarakat dengan mempercantik rencana jahatnya menjadi sesuatu yang elegan dan kenyataan yang bagus. Dia mendapati bahwa iklim opini di Mesir sangat menyenangkan untuk mewujudkan maksud jahatnya. Dia membuat jalan bagi kelancaran rencananya dengan pernyataannya, “Aku sungguh terkejut dengan sifat kalian. Kalian menyatakan tentang kebangkitan Kristus anak laki-laki Maryam ke dunia. Akan tetapi kalian mengingkari kebangkitan Muhammad ke dunia ini!”
Dia terus menghujamkan pendapatnya ke benak masyarakat, sehingga beberapa minggu kemudian orang-orang terperangkap pendapatnya dan mulai percaya bahwa Rasulullah akan bangkit kembali. Penyakit kedua yang dia sebarkan adalah bahwa masing-masing rasul punya seorang pelaksana yang menjalankan keinginannya. Dia akan mengatakan ‘Hai orang-orang, Ustman merebut kekuasaan dari Ali dan menyiksanya. Oleh karena itu, bangkitlah untuk berjuang dan mengembalikan pemerintahan kepada yang berhak. Kritiklah penguasa kalian dan ingkari apa yang mereka katakan dan yang mereka bangun. Dengan jalan ini kalian akan memenangkan hati masyarakat. Ibnu Saba juga mengorganisasi s ebuah brigade yang terdiri dari teman-teman dan sahabatnya untuk menyebarkan faham Mu’tazilah yang dia anut ke beberapa kota. Mereka saling berhubungan lewat surat untuk memantau perkembangan opini publik dan rencana jahat mereka yang pada akhirnya menuntut hidup khilafah sebelum pemilik halaman-halaman Kitabullah tergeletak di saat syahidnya.”
Waspada kepada Syi’ah Rafidhoh!
Syekh Umar Bakri menjelaskan dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa tidaklah cukup tempat dalam buku ini untuk memaparkan akidah kelompok yang menyimpang ini. Akan tetapi, untuk tujuan menjawab perselisihan di antara umat karena kelompok muslim Sunni ingin mengadakan rekonsiliasi dengan kelompok Syi’ah, kami menyarankan agar berhati-hati dan mengingat bahwa Allah SWT., berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (QS Ali Imran : 118)
Juga firman Allah SWT.,
“Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu) ; sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang dzalim.” (QS At Taubah : 47)
Syekh Umar Bakri mengakhiri penjelasan tentang Syi’ah Rafidhah dengan mencuplik ulama Syi’ah yang terkenal dan masyhur, Nimatullah al-Jazairi, yang menulis dalam kitabnya “al Anwar an-Nimaniyyah,
“Kami tidak bersepakat dengan mereka (as-Sunnah) tentang Allah, Rasul, atau para Imam, karena mereka berkata, “Tuhan mereka mengutus Muhammad SAW., sebagai seorang Rasul dan penggantinya adalah Abu Bakar.” Sementara kita, kaum Syi’ah, tidak meyakini terhadap Tuhan yang mengirim pengganti dari Rasul-Nya yaitu Abu Bakar. Tuhan itu bukanlah Tuhan kami dan Rasul-Nya bukan Rasul kami.”
Pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh
Di dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), Syekh Umar Bakri Muhammad menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh, yakni di halaman 100.
Pertama kali diawali oleh peristiwa yang sempat menarik perhatian, yaitu dari Muhammad Yusuf bin Yusuf yang berada di Kuffah. Ketika Muhammad Yusuf melihat sekelompok orang menghina sahabat, dia memerintahkan sekelompok orang tersebut untuk dibunuh. Ketika dia ditanya tentang seseorang yang menghina Abu Bakar r.a., dia menjawab agar tidak menshalatkan (shalat jenazah) orang tersebut dan tidak menyentuh jenazah penghina sahabat dengan tangan, melainkan mendorongnya dengan kayu hingga masuk ke dalam liang kubur.
Ketika ditanya tentang Syi’ah Rafidhoh, Imam Malik berpendapat, “Jangan berbicara kepada mereka atau meriwayatkan dari mereka, sungguh mereka adalah pembohong.”
Dalam satu kesempatan Imam Syafi’i berkomentar tentang Syi’ah, “Saya tidak melihat di antara golongan ahli bid’ah yang lebih terkenal kedustaannya melebihi golongan Syi’ah Rafidhoh.”
Dalam kesempatan yang lain dia berkata, “Riwayatkan ilmu yang kamu jumpai dari siapa pun kecuali dari Syi’ah Rafidhoh, sebab mereka membuat hadits-hadits palsu dan menjadikannya sebagai bagian dari agama mereka.”
Disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Jika seseorang Yahudi menyembelih seekor domba dan seorang dari golongan Rafidhoh menyembelih seekor domba, maka aku akan makan daging hasil sembelihan dari orang Yahudi sebab Rafidhoh adalah orang yang telah keluar dari Islam (murtad).”
Demikian juga, Imam Abu Bakar bin Haani memutuskan haram atas kaum Muslimin untuk memakan daging hasil sembelihan dari golongan Rafidhoh dan Mu’tazilah karena mereka telah kafir, tapi seseorang dapat makan daging dari orang-orang ahli kitab (sepanjang daging tersebut disembelih). Telah disebutkan bahwa Abdullah bin Idris berkata, “Golongan Rafidhoh (Syi’ah) tidak akan memiliki pembenaran dari perantara pada hari pengadilan nanti.”
Disumberkan dari Fudail bin Marzouk bahwa pertama kali dia mendengar dari hasan Ibnu Hassan berkata kepada seorang laki-laki dari golongan Rafidhoh, “Demi Allah, membunuhmu adalah suatu perbuatan/amal yang baik, yang maka aku beribadah kepada Allah dengannya! Hanya saja aku tidak melakukannya karena kamu adalah tetangga dekatku.”
Dalam sumber yang lain, percakapan itu berlanjut dan tetangganya merespon, “Semoga Allah memberkahimu. Aku tahu bahwa kamu sedang bergurau.” Hassan bin Hassan menimpali, “Aku tidak sedang bergurau! Demi Allah, jika Allah memberikan kekuasaan kepada kami, maka kami akan memotong tangan dan kakimu karena keingkaranmu pada petunjuk (Islam).”
Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/almuhajirun.net/arrahmah.com)