JAKARTA (Arrahmah.com) – Mengapa Syi’ah berbeda dengan Islam? Jika ditelusuri lebih dalam akar ajaran Syi’ah ternyata menurut Ustadz hartono Ahmad Jaiz, Syi’ah itu menjadikan ajaran lokal Persia Kuno yaitu Mazdakisme sebagai ruh dari ajaran Syi’ah yang akhirnya menundukkan ajran Islam itu sendiri.
“Sebenarnya Syi’ah itu ekstrem dalam mengakomodasi muatan lokal bangsa Persia,” kata Ustadz Hartono.
Dalam paparannya, Mazdakisme adalah ajaran Persia kuno yang dibawa oleh seorang nabi palsu Mazdak di Persia, yang hidup di masa 40 tahunan sebelum nabi Muhammad SAW lahir. Ajaran Mazdak menurut Ustadz Hartono, yang terkenal dalam ajaran yaitu kepemilikan bersama terhadap wanita dan harta.
“Wanita dan harta ibarat rumput dan air. Oleh Mazdak dijadikan milik umum,” tuturnya.
Sehingga pada zaman Raja Parsi Gibas yang menjadi pengikut ajaran tersebut, menurut Ustadz Hartono, kehidupan di seluruh pelosok Parsi dipenuhi perzinahan dan perampokan pada saat itu. Dan baru berkurang di masyarakat Parsi, ketika putra mahkota kerajaan Parsi Anusyrwan menantang debat nabi palsu Mazdak yang meminta ibunya, ratu kerajaan Parsi untuk dinikmati oleh Nabi Mazdak yang mengajarkan peningkatan iman melalui perzinahan.
“Mazdak kalah debat dengan Anusyrwan, sehingga ia dan pengikutnya dipenggal,” terang beliau.
Ajaran ini, ternyata tidak benar-benar hilang. Syi’ah menaruh ajaran Mazdak tersebut dengan mendompleng ajaran Islam yang benar. Ajaran Mazdak berupa perzinahan yang sudah mendarah daging cukup sulit dihilangkan secara total ketika itu, maka oleh rahib-rahib Syi’ah diupayakan legal di dalam Islam.
“Sehingga, ajaran Mazdak itu diswitch (alihkan) ke Islam dengan nama nikah mut’ah,” jelas ustadz Hartono.
Padahal, nikah mut’ah sudah dilarang pada perang Khaibar dalam riwayat Imam Muslim. Akan tetapi menurut Ustadz Hartono, kecintaan orang Syi’ah kepada nabi palsu Mazdak lebih besar dari pada Nabi yang asli yaitu Nabi Muhammad SAW.
“Mereka tetap saja, lebih menuruti ajaran Mazdak,” ujarnya.
Lebih dari itu, Syi’ah hanya mengakui keturunan Husain RA saja yang dianggap sebagai Imam mereka, disebabkan Husain menikahi Sah Robanu seorang Putri kerajaan Persia dan melahirkan Ali Zainal Abidin bin Husain.
“Maka, darah Parsi yang ada diri keturunan Ali Zainal Abidin itulah yang dikultuskan oleh Syi’ah,” ungkap Ustadz Hartono.
Pengkultusan tersebut, berdampak sangat besar hingga menjelma dalam rukun Iman dan rukun Islam Syi’ah yaitu konsep Imamah dan Al-wilayah.
“Jika seseorang tidak menerima konsep itu mereka dianggap kafir,” tandas Ustadz Hartono.
Maka, menjadi terang bahwa Syi’ah itu adalah firqoh adama (kelompok sesat) sebenarnya, yang merusak dan menghancurkan Islam dengan mengangkat muatan lokal ajaran Parsi Mazdak lebih tinggi dari ajaran Islam, jelas Ustadz Hartono.
(bilal/arrahmah)