JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Agama, Suryadharma Ali mengatakan, agar persoalan yang terjadi di daerah, khususnya yang menyangkut persoalan agama, sebaiknya diselesaikan oleh para pejabat di daerah masing-masing. Karena menurutnya, pejabat daerah lebih mengenal karakter masyarakatnya dibanding dengan pejabat pusat. Hal ini dikatakan Suryadharma Ali terkait dengan kejadian pembakaran pondok pesantren Islam Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur.
“Tadi ada keluhan dari kepala daerah. Mereka mengeluh bahwa persoalan daerah itu selalu dibawa ke pusat, biarlah berikan kesempatan kepada kami (kepala daerah) untuk menyelesaikan persoalan daerah yang pada hal kecil kemudian dilempar ke pusat seolah-olah mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi itu. Jadi biarlah kita serahkan kepada daerah bagaimana mengatasinya, dan saya yakin bahwa pejabat daerah lebih memahami karakter lokal yang ada di daerahnya masing-masing,” ujar Suryadharma Ali (SDA) usai perintahan hari ulang tahun Kementerian Agama (Kemenag) ke-66 di gedung Kemenag, Jakarta, Selasa (3/1/2012) malam.
SDA juga mengatakan, terkait polemik kesesatan ajaran Islam Syiah, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan penelitian dalam memberikan penilaian apakah ajaran Islam Syiah itu sesat atau tidak.
“Kemudian pertanyaan apakah Syiah itu sesat atau tidak sesat, jadi itu kita serahkan sepenuhnya kepada Majelis Ulama Indonesia, karena MUI itu memiliki ahli-ahli yang tentu memiliki kompetensi dibidangnya dan memiliki kredibilitas lebih tinggi untuk memberikan penilaian terhadap suatu ajaran agama,” jelasnya.
Saat ditanya perihal MUI Jawa Timur yang menyebutkan bahwa ajaran Islam Syiah itu sesat, SDA menyebutkan bahwa mungkin ajaran Syiah dipandang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya di Indonesia. Dia juga mengatakan belum membaca secara utuh perihal putusan MUI Jawa Timur tersebut. Namun demikian, dia mengakui lebih mengedepankan pandangan dari para ulama terkait ajaran Syiah tersebut.
“Mungkin akidah yang dipercaya oleh Syiah itu berbeda dengan akidah yang menjadi mainstream umat Islam di Indonesia. Itu mungkin. Saya belum membaca secara utuh alasan-alasan yang kemudian pihak MUI Jatim mengatakan bahwa Syiah itu sesat. Tetapi, saya lebih mengedepankan pandangan dari para ulama,” jelasnya.
SDA juga menghimbau agar masyarakat tidak menggunakan tindakan kekerasan dengan alasan apapun untuk mengehnetikan suatu ajaran yang dianggap sesat.
“Prinsip dasarnya adalah tidak dibenarkan adanya tindak kekerasan dengan dalil apapun dan siapapun itu. Adapun ajarannya kembali kita berikan otoritas kepada MUI untuk memberikan penialaian,” ungkap SDA.(oz)
(bilal/arrahmah)