Jakarta (Arrahmah.com). Rabu, 26 Mei 2010, Mabes Polri merilis dua foto wajah ‘tersenyum’ yang diduga teroris. Keduanya ditembak Densus 88 saat penggrebekan di Cawang dan Cikampek, Rabu (12/5) lalu. Hingga saat ini Polri masih kesulitan mengidentifikasi kedua jenazah karena tidak ada data awal terhadap dua orang tersebut. Pertanyaannya, kalau memang belum dikenal, mengapa mereka dianggap teroris berbahaya dan langsung ditembak mati ?
Mengapa Mereka Langsung Ditembak Mati ?
Kontroversi tindakan Densus 88 yang main tembak terduga teroris semakin merebak. Semakin banyak kalangan mempertanyakan standar atau prosedur tembak di tempat yang diberlakukan Densus 88. Ironisnya, dua jenazah korban penembakan Densus 88 belum lama ini di Cawang dan Cikampek malah belum dikenali identitasnya.
Wakadivhumas Mabes Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis mengatakan, kedua jenazah terduga teroris itu saat ini masih berada di RS Polri Kramat Jati. “Mereka melawan makanya ditembak,” kata Zainuri di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel, Rabu (26/5/2010). Apakah benar mereka terduga teroris itu melawan Densus 88 ketika digrebek?
Salah seorang saksi mata, pemilik agen bus di Cawang, memaparkan kejadian penembakan ketika itu, sebagaimana diceritakan Lia, adiknya. Semua berawal dari tiga orang yang baru keluar dari taksi dan berhenti di depan tempat usaha kakaknya. Kakaknya yang berada di depan meja penjualan tiket bus malam melihat ketiganya berpencar setelah turun dari taksi.
“Yang satu langsung naik motor, yang dua orang jalan ke PGC (Pusat Grosir Cililitan),”
Namun setelah terjadi kejadian penyergapan yang berlangsung dengan cepat. Di depan mata kakaknya, tiba-tiba datang seorang laki-laki berbadan besar dari arah belakang laki-laki yang sedang menyalakan motor.
“Tahu-tahu ada orang yang mencekik dia dari belakang terus ditembak perut kirinya,” kata Lia.
Tidak ada perlawanan dari laki-laki yang dicekik itu. Tak lama kemudian datang belasan orang berbadan besar dan berjaket hitam mengamankan area penyergapan.
“Rambutnya ada yang cepak dan gondrong. Pokoknya seram-seram,” ujar Lia menirukan perkataan kakaknya.
Itu penuturan saksi mata atas penembakan terduga teroris oleh Densus 88 di Cawang. Di Cikampek, ada juga warga yang sempat menyaksikan dan mengabadikan kejadian tersebut. Sayangnya, menurut penuturan warga, Densus 88 menghapus rekaman tersebut.
Herman, warga Dusun Mekar Jati, Cikampek, menuturkan bahwa saat itu banyak yang merekam kejadian tersebut dengan menggunakan ponsel. Namun setelah penggerebekan anggota tim Densus 88 sempat mengambil ponsel warga dan menghapusnya.
Dalam penyergapan di Cikampek, lima anggota tim Densus 88 masuk ke bagian belakang sedangkan sisanya berjaga-jaga di sekitar kontrakan. Saat dilakukan penggerebekan tersangka atau terduga teroris berusaha melarikan diri. Namun lokasi kontrakan yang ditempati mereka berada di belakang dan dikelilingi tembok setinggi 3,5 meter dan langsung ditembak. Ironis!
Teroris Agar Pakai Tag Nama
Kejanggalan tindakan Densus 88 ini mendapat sorotan coordinator TPM, Mahendradatta. Beliau menyindir polisi yang dinilai semakin gampang melumpuhkan terduga teroris dengan cara menembak mati di tempat. Sebagai bentuk sindiran, TPM menghimbau para teroris yang akan beraksi agar menggunakan tag nama di dadanya agar tak salah tembak.
Mahendra memaparkan, dalam operasi di Cikampek dan Cawang beberapa waktu lalu polisi mengatakan menembak mati para teroris membahayakan. Tapi sudah berhari-hari ditembak, hingga kini jenazah orang yang ditembaki hingga mati itu berada di ruang mayat karena tidak diketahui identitasnya.
“Peristiwa ini tidak ketemu nalarnya. Orang yang sama sekali tidak dikenal, tidak jelas identitas, tidak jelas peran maupun sosoknya tapi ditembak mati. Ketika ditanya siapa dia dan apa perannya, yang menembak itu juga masih kebingungan. Ini sangat aneh,” ujar Mahendra.
Mahendra melanjutkan, jika cara-cara seperti itu diteruskan maka akan semakin banyak orang tak bersalah yang menjadi korban. Bisa saja seorang tukang ojek tiba-tiba langsung ditembak mati saat memboncengkan terduga teroris. Padahal si tukang ojek itu tidak tahu siapa yang dibencengkan.
“Karena itu kami menghimbau agar para teroris yang hendak beraksi sebaiknya menggunakan tag nama di dadanya. Tulis besar-besar ‘Aku Teroris’. Dengan demikian orang yang tidak tahu urusan biar tidak dekat-dekat dengannya agar tidak ikut jadi sasaran penembakan polisi,” pungkasnya.
Sementara itu, Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah menilai tindakan Densus 88 menembak mati sejumlah orang yang diduga teroris bisa menimbulkan luka dan bisa menimbulkan keinginan balas dendam.
“Kalau semena-mena seperti itu, tidak akan mematikan (terorisme). Malah menimbulkan luka dan itu akan berakibat balas dendam,”
Din Syamsuddin juga mengatakan, pemberantasan terorisme tidak dapat dilakukan dengan cara-cara represif. Densus 88 juga diminta tidak berbangga hati karena telah membunuh orang yang diduga teroris itu.
“Walaupun ada bukti, jangan ditembak mati. Kan bisa ditangkap hidup-hidup,” ujarnya.
Senyum Bisa Identifikasi Jenazah Korban Densus 88?
Uniknya, ada cara baru untuk mengidentifikasi jenazah korban Densus 88, yakni lewat senyum. Hal ini sebagaimana pengamatan dan yang dituturkan oleh muslimdaily.net. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mengidentifkasi apakah jenazah yang dibunuh itu terlibat terorisme atau tidak.
Berdasarkan pengalaman yang sudah berulang kali terjadi, wajah “teroris” yang telah terbunuh hampir semuanya ceria dan tersenyum. Sebagian aktivis Islam menilai itu adalah karamah yang Allah tunjukkan sebagai pemuliaan terhadap apa yang dilakukan oleh para “teroris” tersebut-terlepas bahwa di mata sebagian manusia teroris adalah musuh yang harus dibasmi.
Memang, jika kita perhatikan secara seksama, maka wajah jenazah korban-korban penembakan Densus 88 selalu tersenyum, meski tidak semua orang setuju dengan pendapat tersebut. Sebagian aktivis Islam akan mengatakan bahwa hanya orang yang berjihad di jalanNya sajalah yang mampu melihat senyum para syuhada.
Wallahu’alam bis Showab!
(M Fachry/arrahmah.com/dari berbagai sumber)