SANA’A (Arrahmah.com) – Para demonstran anti-pemerintah telah mengecam AS, PBB, dan sejumlah negara Teluk Persia karena membiarkan rezim Ali Abdullah Saleh terus melakukan “genosida”.
Demonstrasi tersebut terjadi di ibukota Sana’a dan beberapa kota lainnya pada hari Selasa (6/12/2011).
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta pemerintah Yaman pada hari yang sama (6/12) untuk memberi izin bagi badan pengawas kemanusiaan PBB untuk memberikan bantuan di negeri tersebut.
Dewan HAM PBB, UNICEF, dan Tim Kemanusiaan Yaman juga menyarakan kekhawatiran atas situasi yang terus memburuk di negeri miskin itu, terutama di kota selatan Taizz.
Ravina Shamdasani, juru bicara Komisioner Dewan HAM PBB Navi Pillay, mengatakan, “Kami mengutuk serangan yang terus dilancarkan terhadap warga sipil, khususnya di Taizz, dimana kami memperoleh laporan mengenai 22 orang yang tewas karena tembakan dan serangan rudal pemerintah sejal Kamis pekan lalu, termasuk dua orang anak.”
Sejumlah saksi mata juga menuturkan bahwa pasukan yang loyal terhadap Saleh menembak mati seorang perempuan saat ikut serta dalam demonstrasi di kota Taizz pada hari Senin kemarin (5/12).
Insiden mematikan itu terus berlangsung di Taizz meskipun Saleh telah menandatangani kesepakatan transfer kekuasaan yang difasilitasi Dewan Kerjasama Teluk (GCC) di Arab Saudi pada 23 November lalu. Di bawah kesepakatan itu, Saleh harus memberikan kewenangannya kepada wakil presiden untuk ditukar dengan kekebalan hukum.
Namun, demonstran tetap menolak kesepakatan tersebut. Mereka menilai kesepakatan itu hanya menyelamatkan Saleh dari sentuhan hukum padahal ia dan rezimnya melakukan pembantaian terhadap rakyatnya sendiri.
Pada saat yang sama, juru bicara UNICEF, Merixie Mercado, mengatakan bahwa jumlah total anak-anak yang tewas di Yaman, khususnya di Taizz, sejak pemberontakan dimulai pada akhir Januari, telah mencapai angka 138, yang sebagian besar tewas karena tembakan timah panas.
Mercado menambahkan sejauh ini sekitar 568 anak lainnya cedera. (althaf/arrahmah.com)