JAKARTA (Arrahmah.com) – Memasuki bulan Muharram 1433 Hijriyyah, kaum Muslimin tengah bersiap untuk melaksanakan shaum (puasa) sunah khusus, yaitu shaum sunah Tasu’a dan ‘Asyura, yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharram dan 10 Muharram. Persoalannya, kapan jatuhnya tanggal 9 dan 10 Muharram pada penanggalan kalender Masehi tahun ini?
Hikmah shaum (puasa) Tasua’a & ‘Asyura
Shaum (puasa) sunah di bulan Muharram, khususnya di hari ‘Asyura telah diketahui akan mendapatkan ganjaran pahala penghapusan dosa setahun yang lalu. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ ، إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Shaum hari ‘Asyura, aku mengharapkan pahalanya di sisi Allah dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun sebelumnya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Jumhur ulama berpendapat bahwa shaum (puasa) Asyura dilakukan pada hari kesepuluh dari bulan Muharram, sementara shaum Tasu’a dilakukan pada hari kesembilan dari bulan Muharram. .
Ibnu Qudamah berkata, ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram. Ini merupakan pendapat Sa’id bun Musayyib dan al-Hasan al-Bashri yang sesuai dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas, “Rasullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan berpuasa pada hari ‘Asyura, hari kesepuluh dari bulan Muharram.” (HR. Al-Tirmidzi, beliau menyatakan hadits tersebut hasan shahih).
Larangan Tasyabuh (meyerupai) orang kafir
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibuu Abbas, di akhir umurnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun beliau sudah keburu meninggal sehingga beliau belum sempat melakukan puasa pada hari itu.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.”
Lalu bagaimana hukum menambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut penjelasan An Nawawi rahimahullah.
Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.
Apa hikmah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat.
Ibnu Rojab mengatakan, “Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.”
Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً
“Puasalah pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ‘Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, “Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).
Namun, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata,
خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ
“Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat).
Lalu kapan shaum (puasa) ‘Asyura?
Berdasarkan kalender yang beredar di Masyarakat Indonesia, tanggal 9 dan 10 Muharram 1433 Hijriyyah jatuh pada hari Senin, dan Selasa besok, yakni pada tanggal 5 dan 6 Desember 2011 Masehi, meskipun pada hari ini, Ahad (4/12/2011) sebagian kaum Muslimin dikabarkan telah shaum (berpuasa) Tasu’ah karena menganggap sudah masuk tanggal 9 Muharram.
Sementara itu, Mufti Aam Kerajaan Saudi Arabia, Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh dikabarkan atas nama Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia telah menetapkan bahwasanya tanggal 10 Syahrullahil Muharram jatuh pada hari Selasa, 6 Desember 2011 Masehi, dikarenakan tim ru’yatul hilal Kerajaan Saudi Arabia tidak melihat hilal yang muncul pada saat itu dan menggenapkan/menyempurnakan bilangan bulan Dzulhijjah 1432 Hijriyyah menjadi 30 hari.
Untuk melepaskan keraguan dan dalam rangka mengejar pahala besar dari Allah SWT., ketika kita berpuasa Tasu’ah, dan ‘Asyura, maka sebagaimana perkataan Imam Ahmad, rahimahullah, kita bisa sekaligus berpuasa tiga hari berturut-turut, yakni tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, meskipun juga diperbolehkan hanya berpuasa di tanggal 10 Muharramnya saja.
Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, “Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.“
Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)