BAGHDAD (Arrahmah.com) – Seorang jenderal besar Inggris mengaku dirinya “benar-benar ngeri” melihat luka yang diderita oleh korban sipil akibat penyiksaan tentaranya di penjara-penjara yang dikelola Inggris di Irak.
Jenderal Sir John Reith, yang bertanggung jawab atas operasi Inggris di Irak, mengatakan ia tidak tahu-menahu tentang teknik interogasi kejam yang menyebabkan tewasnya seorang pekerja hotel Basra, Baha Mousa, dalam tahanan Inggris pada bulan September 2003.
Selama ditahan oleh para prajurit dari Batalyon 1 Resimen Ratu Lancashire bersama dengan warga sipil Irak lainnya, Mousa dilaporkan mengalami pemukulan secara teratur dan kepalanya sengaja ditutup dengan kain. Resepsionis hotel yang 26 tahun akhirnya meninggal karena asfiksia dan mengalami kritis berkelanjutan atas 93 lukanya, termasuk hidungnya yang patah dan tulang rusuknya yang retak.
“Jika saya mengetahui teknik introgasi seperti digunakan pada tahun 2003 maka saya akan memerintahkan ini untuk segera dihentikan,” Guardian pada Selasa (18/5) mengutip mengatakan Reith.
Sebuah penyelidikan atas insiden menunjukkan bahwa pelanggaran kemanusiaan terhadap tahanan Irak terus dilakukan bahkan setelah perintah Mei 2003 oleh Jenderal Robin Brims – kemudian menjadi komandan pasukan Inggris di Irak selatan.
Reith mengatakan dia tidak mengetahui adanya keluhan oleh Palang Merah Internasional (ICRC) tentang penganiayaan tawanan Irak di pusat-pusat penahanan yang dijalankan Inggris.
Tapi penyelidikan telah mendengar bahwa ICRC telah mengeluh tentang perlakuan terhadap tahanan Irak bahkan sebelum kematian Mousa.
Reith hanya mengatakan bahwa penutupan muka oleh selembar kain terhadap para tahanan hanya dilakukan saat ia ditransfer, bukan pula digunakan pada saat introgas.
Sedangkan, menurut hasil penyelidikan itu Mousa dan tahanan lainnya terus-menerus ditutupi kepalanya oleh tentara Inggris. (althaf/ptv/arrahmah.com)