BANDUNG (Arrahmah.com) – Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengakar pada massa keemasan kehidupan umat Islam sejak abad ke-7 hingga abad ke-16 di yakini menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Ilmu pengetahuan halal memiliki peranan sangat penting guna mendukung ulama dalam berbagai hal. Salah satunya adalah menjadi acuan bagi ulama dalam memberikan fatwa halal atau haram terhadap suatu produk.Lanjut Winai, dengan ‘ilmu pengetahuan halal’ ini diharapkan akan mampu menelusuri dari kualitas bahan mentah hingga produk siap konsumsi yang di hasilkan sebuah perusahaan.
“Dengan alasan itulah yang menyebabkan munculnya sebuah cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang di sebut “ilmu pengetahuan halal”, papar Prof. Dr.Winai Dahlan.
Winai Dahlam menyampaikan ini dalam seminar yang bertajuk, ”Halal and Haram in The Eyes of Science,” di Bandung, yang berakhir Rabu (28/4) kemarin.
Cucu pendiri Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan ini juga menjelaskan, dengan ‘ilmu pengetahuan halal’, juga mampu melakukan pengawasan penyidikan dan pengawasan halal suatu produk.
“Sehingga sistem penelusuran logistik dan penyidikan serta pengawasan suatu produk bisa dilakukan secara berantai dan menyeluruh. Hal ini diharapkan bisa menepis peluang kemungkinan pencemaran dalam bahan mentah yang mengandung unsur haram. Dengan demikian akan menciptakan kepercayaan pada konsumen Muslim akan kehalalan produk,” jelas Profesor dari The Halal Science Center Chulalongkorn University of Bangkok Thailand ini.
Sementara Direktur LPPOM-MUI, Ir.Lukmanul Hakim, M.Si yang juga hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut menjelaskan, Halal Science Center yang berpusat di IPB Bogor bertugas memberikan support science kepada LPPOM MUI dalam menetapkan halal haram suatu produk dan menjadi partner kerja dengan LPPOM .
“Science dan teknologi tidak bisa memeberikan keputusan tentang halal atau haram suatu produk. Hal ini karena Halal Science Center lebih fokus pada penelitian produk-produk halal atau haram,” jelas Lukmanul Hakim.
Lukmanul Hakim beralasan kerena ada beberapa kreteria halal haram yang tidak bisa di tetapkan oleh science. Metode-metode analisis itu di kaji dalam Halal Center. Ia mencotohkan, halal atau haram suatu barang itu tidak saja dari hewannya saja melainkan dari tata cara penyembelihannya juga. Sehingga produk olahan daging sapi halal namun bisa haram jika cara penyembelihannya tidak sesuai syariat. Untuk itu Halal Science Center di perlukan untuk memberi dukungan secara science dalam verifikasi apakah suatu produk itu halal atau haram.
Hal tersebut juga di akui Drs.H.M.Ichwan yang hadir sebagai keynote speaker. Dalam sambutannya Sekretaris Umum MUI Pusat ini menjelaskan, bahwa Halal Science Center sebagai sarana pencerahan kepada umat muslim, bahwa produk haram secara ilmu pengetahuan dan teknologi sangat merugikan bagi tubuh manusia. Hasil penelitian telah membuktikan akan hal tersebut.
Halal science sangat di butuhkan para auditor internal dalam mengkaji dan menganalisa sebuah produk.Sedangkan komisi fatwa juga bergantung pada auditor internal dalam memberikan paparan dan penjelasan yang detail tentang suatu produk.
“Selain itu produk halal sekarang ini mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang tinggi dimana dewasa ini sebagian besar negara termasuk Eropa dan Amerika mensyaratkan produk halal dalam menerima produk asing mereka, ” ungkapnya. [hidayatullah/arrahmah.com]