JAKARTA (Arrahmah.com) – Pendiri dan Ketua organisasi gay, GAYa Nusantara, Dede Utomo, mengatakan pihaknya sedang berfikir keras untuk memperkaran Kapolda Jawa Timur yang dinilai melakukan pembiaran tindakan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM).
Dede menilai, aksi penolakan diselenggarakannya Konferensi Regional International lesbian, gay, bisexual, transgender dan intersex association (ILGA) oleh ormas-ormas Islam yang sedianya akan digelar di Surabaya 26 hingga 28 Maret lalu, itu adalah merupakan pelanggaran HAM.
“Persoalannya, kenapa Indonesia tidak bisa melindungi warganya yang mau berkumpul. Nah, Surabaya akan memperkarakan kapolda,” katanya, ketika berbicara dalam acara diskusi terbatas di Goethe Institut Jakarta, beberapa saat lalu.
Menurut Dede, seharusnya pihak kepolisian bisa melakukan perlindungan terhadap warganya yang membutuhkan perlindungan. Tapi dia merasa kelompoknya justru telah diabaikan hak kebebasan dan rasa amannya.
Meski begitu, pihaknya akan terus melakukan upaya-upaya agar kelompok mereka bisa disetarakan dengan warga masyarakat yang lain.
Sebelum ini di beberapa milis gay sempat beredar postingan yang menyatakan akan menuntut ormas Islam yang dinilai telah menghalangi kebebasannya.
Saat dikonfirmasi masalah ini, selepas diskusi tentang “Transeksual” bersama Merlyn Sopjan (Ratu Waria Indonesia 2006), Dede mengaku rencana itu tidak ada.
Tapi menurutnya, upaya memperkarakan Kapolda memang ada, tapi hal itu belum dikoordinasikan.
“Nggak bener. Kita hanya akan memperkarakan Kapolda, bukan MUI atau Forum Ummat Islam (FUI),” katanya .
Bahkan menurutnya, MUI dan ormas-ormas Islam memang berhak melakukan aksi penolakan diselenggarakannya Konferensi ILGA beberapa waktu lalu itu.
“MUI atau FUI haknya untuk berteriak melarang,” kata dia.
Tapi kata dia, pihak polisi dan aparat keamanan seharusnya adil dan bisa memberikan rasa keamanan kepada masyarakat yang memiliki hak untuk berkumpul. Serta tidak melakukan pembiaran pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Meski demikian, mantan dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini mengaku akan terus melawan.
“Kita akan terus melakukan sikap penentangan,” kata pria yang terbilang sudah sepuh ini.
Dia mengumpamakan penolakan ummat Islam tersebut dengan orang yang ingin ikut pengajian. “Bagaimana kalau orang saya larang orang ikut pengajian. Kan sama saja,” ucapnya. (hid/arrahmah.com)