JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan bersyukur telah ditolaknya permohonan ‘judicial review’ atas Undang-Undang (UU) Pornografi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami bersyukur seluruh materi yang diajukan pemohon dapat ditolak. Sebab jika ada beberapa pasal yang dihapus atas permintaan pemohon, maka esensi dari UU tidak ada,” kata Suryadharma Ali di Jakarta, Senin (29/3), di sela-sela meninjau pelaksanaan Ujian Nasional (UN) Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Untuk itu, lanjut dia, keberadaan UU tersebut perlu segera dibuatkan Peraturan Pemerintah (PP), sehingga persilangan pendapat segera dapat diakhiri.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan pemohon uji materi atas UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Adanya penolakan itu menunjukkan bahwa UU Pornografi tetap dipertahankan alias tidak dicabut.
“Mahkamah pada kesimpulannya menyatakan menolak permohonan para pemohon ‘judicial review’ untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Mahfud MD, saat membaca amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/3) lalu.
Majelis menyatakan, berbagai dalil yang diajukan pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum. Salah satunya adalah dalil pemohon terkait pasal 1 angka 1 UU Pornografi tentang pengertian yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2), dan Pasal 28F UUD 1945.
Majelis berpendapat, pasal 1 UU Pornografi masuk dalam Bab I Ketentuan Umum yang berisi pengertian atau definisi, singkatan yang berfungsi untuk menjelaskan makna kata. Melihat itu, pasal tersebut tidak bertentangan karena tidak menimbulkan pengertian ganda.
Selain itu, majelis juga berpendapat pasal 1 angka 1 UU Pornografi merupakan pengertian pornografi bersifat umum yang tidak terlepas dari tujuan pembentukan UUD. Hal itu berupa upaya menjunjung tinggi nilai moral, kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa, menghormati kebhinnekaan, berbangsa, dan bernegara.
Pengertian itu juga sesuai dengan tujuan melindungi harkat dan martabat setiap warga negara, baik perempuan, anak-anak maupun remaja dari pengaruh negatif dan bahaya pornografi.
Majelis juga sependapat dengan keterangan ahli pemerintah Prof Dr Tjipta Lesmana dan Dr Sumartono. Keterangan kedua ahli itu menyatakan, terdapat lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi, yaitu seni, sastra, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan olah raga.
“Dalam rangka seni, sastra, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan olah raga, maka hal tersebut bukanlah perbuatan pornografi,” kata majelis.
Meski menjadi putusan MK, ternyata terdapat seorang hakim yang opininya berbeda (dissenting opinion) dengan kebanyakan anggota majelis, yakni menyatakan mendukung gugatan pemohon.
Sedangkan delapan hakim yang menolak gugatan pemohon adalah Mohammad Mahfud MD, Achmad Sodiki, M Akil Mochtar, Muhammad Alim, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva. (ant/hid/arrahmah.com)