JAKARTA (Arrahmah.com) – SETARA Institute for Democracy and Peace meluncurkan buku yang berjudul “Beragama, Berkeyakinan, dan Berkonstitusi” yang menyoroti permasalahan kebebasan beragama dan berkeyakinan serta pengaturannya dalam konstitusi.
Ketua Badan Pengurus SETARA, Hendardi, ketika meluncurkan buku itu di Jakarta, Selasa (16/2), menyatakan, buku itu hanya bagian kecil dalam menciptakan usaha-usaha yang mendorong kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Buku ini hanya berasal dari sudut konstitusi, namun itu sudut yang paling penting karena akar dari semua perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang ada,” ujarnya.
Hendardi menilai, pemicu utama masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan di negara ini adalah tidak adanya jaminan hukum terhadap masyarakat untuk bebas beragama dan berkeyakinan.
“Kehidupan beragama tidak linear dengan konstitusi, penegak hukum tidak independen,” katanya.
Melalui buku itu, katanya, lebih kurang dapat menjawab potret permasalahan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan tinjauan konstitusional, yang ditulis oleh para ahli dan aktivis hak asasi manusia.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama, yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Jimly Asshiddiqie, turut menuangkan pikirannya dalam buku itu.
Ketua Bagian Penerangan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Ahmad Jauhari menilai, buku ini kurang melihat pada upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, dan hanya berisi kritik.
“Pemerintah sudah banyak melakukan usaha-usaha dalam masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan ini. Dan akan terus berusaha mengembangkan usaha agar tidak terjadi kesenjangan dalam melihat kebebasan beragama dan berkeyakinan pada masyarakat luas,” ujar Ahmad Jauhari.
Menanggapi hal ini, Hendardi menyatakan menerima kritik tersebut dan melihatnya sebagai kritik membangun untuk buku-buku selanjutnya.
“Para penulis buku ini para ahli, mereka bukan orang yang sembarangan dan beberapa dari mereka pernah duduk di pemerintahan. Jadi, saya tidak melihat bahwa buku ini tidak memberikan penghargaan pada upaya-upaya pemerintah,” jelas Hendardi.
Selain itu, kata dia, buku ini didedikasikan untuk almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang salah seorang pendiri SETARA Institute. (ant/arrahmah.com)