PALU (Arrahmah.com) -Inilah sekelumit bukti suksesnya program pluralisme di Indonesia. Dengan logika Pluralisme seorang tokoh sentral Kristen Protestan dari Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) Pdt Rinaldy Damanik menganggap UU Penodaan Agama tidak dibutuhkan lagi. Renaldy mengatakan, undang-undang UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama tidak diperlukan jika semua umat sadar dalam beragama.
“Penodaan terhadap agama itu tidak akan terjadi kalau semua umat beragama sadar. Semua agama kan menganjurkan perdamaian,” kata Rinaldy Damanik seusai Bedah Pemikiran KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dalam gerakan kebangsaan dan kultural, di Palu, Kamis (11/2).
Damanik mengatakan, UU penodaan agama yang sedang diujimaterikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut hingga kini masih ngambang karena bagian mana saja yang akan direvisi belum tersosialisasi dengan baik.
“Substansi yang akan direvisi belum tersosialisasi dengan baik,” kata Damanik. Mantan terpidana konflik kerusuhan Poso itu mengatakan, terjadinya kekacauan baik internal umat beragama maupun antarumat beragama karena masih lemahnya pemahaman terhadap substansi agama.
“Padahal kan semua agama menganjurkan kebaikan, perdamaian dan ketentraman,” katanya. Ia mencontohkan, sering kali seseorang berpindah gereja, dari gereja satu ke gereja yang lain. Pengurus gereja yang ditinggalkan kadang marah.
“Mereka marah bukan karena dogma atau iman, tetapi gereja yang mereka tempati sebelumnya kehilangan sumber persembahan dalam bentuk uang. Ini contoh di agama saya, yang menunjukkan masih lemahnya pemahaman terhadap substansi agama,” jelas Damanik.
Selama ini, kata dia, Indonesia ibarat rumah bocor yang penduduknya sibuk membersihkan air hujan yang masuk ke rumah tanpa ada usaha untuk menempel atap yang bocor itu.
“Yang kita perbaiki itu adalah umat. Saya misalnya dari Kristen, kalau umat saya salah dalam perilakunya maka yang salah itu juga saya, karena belum mampu menyadarkan umat,” katanya.
Menurut dia, tugas negara saat ini adalah bagaimana memberikan dorongan, agar pembinaan agama berjalan baik dan berkualitas.
Ia mengatakan, energi bangsa ini sudah banyak terkuras oleh aturan perundang-undangan. Mulai dari undang-undang pornografi, undang-undang kebebasan pers, penyadapan, dan belakangan ini kembali mencuat undang-undang penodaan agama.
“Kita selalu buat isu yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak. Masyarakat kita saat ini masih susah. Kenapa bukan ini yang jadi fokus kita,” katanya.
Terkait dengan persidangan UU Pencegahan Penodaan Agama di MK, berbagai tanggapan terus mengalir.
Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, bila MK mengabulkan pencabutan UU tersebut maka berpotensi menimbulkan keresahan dan kekacauan di masyarakat.
“Jika hal terkait penodaan agama tidak diatur, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik horizontal, memicu keresahan dan disintegrasi bangsa,” kata Suryadharma Ali. (ant/voa-islam/arrahmah.com)