CIREBON (Arrahmah.com) – Ajaran Millah Ibrahim (MI) yang kini berkembang di Kota Cirebon, terindikasi menyimpang dari ajaran Islam karena mengakui adanya nabi dan rasul sesudah Nabi Muhammad SAW. Namun, untuk memastikannya, harus menunggu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
“Indikasi penyimpangan memang ada. MUI Pusat yang nantinya mengeluarkan fatwa apakah MI sesat atau tidak,” kata Ketua MUI Kota Cirebon, Machfud usai menggelar rapat antara pengurus MUI, Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), dan tiga orang anggota MI, Selasa (22/12).
Dalam rapat yang dilaksanakan di Islamic Centre Cirebon (ICC) ini, pengurus MUI melakukan klarifikasi atas bukti-bukti tertulis mengenai ajaran MI. Bukti-bukti ini antara lain berupa buku yang berisi tentang keyakinan MI akan adanya rasul setelah Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, MI juga tidak meyakini sunnah rasul (ingkar sunah) dan hanya berpedoman pada Al-Quran. Ajaran MI juga membolehkan para pengikutnya untuk tidak shalat Jumat. Jika pun shalat Jumat, maka tempatnya tidak harus di masjid.
Sementara itu, salah seorang anggota MI, Mamat, mengakui kebenaran isi dari buku tersebut. Namun, dia mengaku masih awam mengenai ajaran tersebut. “Jika kami memang salah, maka kami minta dibimbing,” tutur Mamat.
Dia mengatakan, untuk memperoleh keterangan lebih jelas mengenai ajaran MI, sebaiknya ditanyakan langsung kepada pimpinan MI, Djubaedi Djawahir. Dia pun berjanji akan mengagendakan pertemuan antara Djubaedi dengan pengurus MI.
Dalam pertemuan itu, Djubaedi tidak hadir karena bertempat tinggal di Cirasac, Kabupaten Kuningan.
Machfud menyatakan, akan menggelar sidang fatwa internal untuk membahas hal tersebut. Dia mengungkapkan, hasil dari sidang itu selanjutnya akan dijadikan rekomendasi yang dikirimkan kepada MUI Pusat.
“Hasil dari sidang itu selanjutnya akan dijadikan rekomendasi yang dikirimkan kepada MUI Pusat,” ujarnya.
Sebelumnya, puluhan massa dari FUI dan Jama’ah Anshori Tauhid (JAT) menggerebek kelompok pengajian Millah Ibrahim (MI), Ahad (21/12), sekitar pukul 22.00 WIB. Penggrebekan itu dilakukan di sebuah rumah di Jalan Arya Kemuning Kota Cirebon.
Massa menuding, kelompok MI sesat karena mengaku ada nabi lain setelah Muhammad SAW. Massa juga menuding kelompok MI meyakini pimpinan mereka yang bernama Djubaedi Djawahir sebagai nabi.
Tak hanya itu, massa juga menduga kelompok MI telah menghalalkan sejumlah jenis makanan yang diharamkan dalam Islam. Selain itu, kelompok MI juga membolehkan para anggotanya untuk menunaikan shalat Jumat kapan saja.
Kelompok MI pun menolak tuduhan tersebut. Karenanya, pihak FUI dan JAT kemudian meminta dilakukan sumpah mubahalah terhadap Ketua DPD Millah Ibrahim, Wiryad.
Dalam sumpah itu, jika pelakunya sampai berbohong, maka pelaku dan anak serta istrinya akan terkena musibah. Wiryad pun mengikuti sumpah tersebut.
Ketegangan itu mereda setelah Kasat Intel Polres Kota Cirebon, AKP Singgih, datang ke lokasi. Dia meminta agar masalah tersebut dibahas oleh MUI dan Badan Koordinasi Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem).
Beberapa tahun lalu, tepatnya 2007, umat Islam digegerkan munculnya aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang meyakini Ahmad Moshaddeq, pendiri dan pemimpin aliran ini sebagai nabi dan rasul.
Aliran ini tidak mengakui Rasululloh SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir. Bahkan, dalam syahadat mereka, tidak mengikutsertakan nama Rasululloh SAW.
Walau jelas sesatnya, pemimpin Alqiyadah Alislamiyah yang bergelar Al Masih Al Maw’ud tetap tidak mau dikatakan sesat. “Saya tidak membawa agama baru, saya hanya menggenapkan nubuat Allah dalam Al-Qur’an, seperti halnya Muhammad menggenapkan ajaran Isa dan Musa,” kata Moshaddeq saat bertandang ke Kantor Majalah Tempo, Kamis (18 Oktober 2007) siang.
Namun akhirnya pada 4 Oktober 2007, MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap Al-Qiyadah karena tidak mewajibkan shalat lima waktu kecuali shalat malam. “Aliran ini dianggap sesat dan menyesatkan,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin yang didampingi Ketua Komisi Fatwa KH Anwar Ibrahim, Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI H. Utang Ranuwijaya.
Dari kesamaan isu yang diusung, yaitu mengangkat pemimpinnya sebagai nabi dan rasul, adakah hubungan antara Millah Ibrahim dengan al-Qiyadah al-Islamiyah? Tunggu penelusuran kami selanjutnya. (voa-islam/arrahmah.com)