MOGADISHU (Arrahmah.com) – Walau pemerintah boneka Somalia melakukan blokade udara, air dan darat, namun mujahidin Al-Shabaab masih terus melancarkan aksinya dan kini telah menguasai sebagian besar wilayah Somalia di selatan dan pusat. Mereka menerapkan hukum Islam seperti Afghanistan saat berada di bawah Taliban.
Mujahidin Al-Shabaab melakukan pelarangan membuka aurat, bermain bola, menari dan musik. Minggu ini Al-Shabaab memerintahkan kepada para lelaki Muslim untuk memelihara janggut dan mencukur kumis mereka. Pengadilan syariah telah menerapkan hukum cambuk, potong tangan dan memenggal kepala para murtadin dan agen yang memata-matai Mujahidin.
Jumlah serangan bom ranjau dan aksi syahid meningkat di negeri tersebut, agen intelijen Barat mengatakan bahwa terdapat hubungan antara al-Shabaab dna al-Qaeda. Para agen tersebut memperingatkan, Somalia akan menjadi sarang “teroris” internasional.
Di awal tahun, Sharif Ahmed, pengusung Islam moderat dipilih menjadi presiden pemerintahan transisi Somalia. Dia didukung oleh Uni Afrika dan negara-negara Barat. Uni Afrika mengirimkan ribuan tentaranya demi melindungi keberlangsungan pemerintahan transisi itu.
Hari ini, Pemerintahan Transisi Somalia yang didukung dengan 5.000 tentara Uni Afrika, selalu mendapat serangan bom dan hampir tak ada lagi tempat aman untuk mereka di Somalia.
Untuk merusak citra Al-Shabaab, baru-baru ini terjadi ledakan di sebuah hotel di Mogadishu saat diadakan acara wisuda. Puluhan sipil termasuk tiga orang menteri Somalia tewas akibat ledakan yang sangat besar. Pemerintah menuduh Al-Shabaab sebagai biang keladi, namun mujahidin Al-Shabaab melalui jurubicaranya menyatakan bahwa mereka bukan pelaku serangan keji tersebut yang menghabisi nyawa puluhan orang tak berdosa. Mujahidin al-Shabaab menyatakan bahwa kelompoknya tidak pernah menargetkan sipil dalam setiap serangannya.
Para komandan Al-Shabaab kebanyakan merupakan veteran perang Afghanistan. Tahun lalu Ahmed Abdi Godane yang dikenal dengan Abu Zubeyr menjadi salah satu komandan Al-Shabaab. Dia pernah terjun dalam perang Afghanistan ditahun 80-an saat melawan Uni Soviet. Tiga bulan setelah ia diangkat menjadi salah satu petinggi al-Shabaab, AS mencatat organisasi ini menjadi organisasi “teroris”.
Senior al-Shabaab lainnya, Mukhtar Ali Robow yang dikenal dengan Abu Mansoor ternyata pernah terjun dalam perang di Afghanistan dan Kashmir.
Adanya kehadiran mujahid asing di Somalia yang bergabung dengan Al-Shabaab, menjadikan organisasi ini semakinditakuti barat. “Terjadi peningkatan kontrol oleh ‘militan’ asing,” ujar Peter Pham, salah seorang pengamat dari Universitas Madison. “Mereka tidak hanya mengontrol pejuang asing dan training tapi juga membuat kebijakan-kebijakan,” lanjutnya. Ini yang membuat Al-Shabaab menjadi organisasi yang patut diperhitungkan. (haninmazaya/ansar/arrahmah.com)