JAKARTA (Arrahmah.com) – Gempa di Sumatera Barat pada 30 September 2009 sempat melumpuhkan jaringan infrastruktur sistem komunikasi darat atau terestrial selama beberapa hari.
Hanya komunikasi darurat yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Organisasi Amatir Radio Republik Indonesia (ORARI) yang terbukti andal terhadap situasi bencana tersebut.
Untuk mendukung komunikasi dalam keadaan darurat, diperlukan infrastruktur, yaitu satelit. Teknologi ini mampu mendukung komunikasi saat keadaan darurat dalam bentuk voice (suara) dan data. Selain itu, satelit mampu mengambil citra daerah-daerah bencana dengan resolusi 5 m.
Satelit juga dapat mengirimkan data secara langsung (real time) maupun dengan revisit (90 menit) dan dalam waktu peliputan yang tinggi (15 menit dalam radius 1000 km) untuk satu stasiun atau untuk seluruh wilayah Indonesia.
Guna memenuhi kebutuhan komunikasi darurat ketika bencana, Lembaga Antariksa Nasional (Lapan) telah mempersiapkan satelit kembar, yaitu satelit yang memiliki kamera surveillance (pengamatan) yang dapat diarahkan secara mandiri. Dengan penggunaan satelit kembar, keandalan data yang diperoleh akan lebih tinggi.
Dalam keterangan tertulis yang diterima detikINET, Senin (19/10), kedua satelit tersebut saat ini dalam proses integrasi di Rancabungur, Jawa Barat. Satelit kembar ini akan diluncurkan dengan menggunakan roket Indian Space Research Organization (ISRO) pada 2011.
Lapan dan ISRO telah menandatangani kontrak kerjasama untuk peluncuran satelit tersebut. Satelit akan diluncurkan pada ketinggian 650 km dengan sudut inklinasi yang sesuai dengan posisi geografis Indonesia yaitu 60-90.
Selain mengembangkan satelit kembar, Lapan berencana menambah dua ground station baru di Kototabang, Sumatera Barat dan Parepare, Sulawesi Selatan. Saat ini Lapan telah memiliki dua ground station yang terletak di Rumpin, Jawa Barat dan Biak, Papua. (dtk/arrahmah.com)