JAKARTA (Arrahmah.com) – Hukuman rajam yang dalam waktu dekat akan diterapkan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebaiknya didialogkan dengan semua elemen masyarakat di Provinsi NAD sebelum benar-benar diterapkan.
“Semakin banyak elemen masyarakat yang diajak berdiaog untuk membicarakan masalah ini semakin baik,” kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfud Siddik di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (11/9).
Hukum rajam, kata dia, juga harus disesuaikan dengan Undang-Undang yang berlaku baik di pusat maupun di daerah. “Kalau Pusat menerima (hukuman rajam) maka bisa saja diterapkan. Tapi kalau tidak bisa diterima, ya tidak bisa diterapkan,” terangnya.
Mahfud menghimbau kepada Provinsi NAD agar memperhatikan dampak yang akan muncul bagi daerah lain terhadap peraturan yang diterapkan di wilayahnya.
“Kalau pun diterapkan, itu harus bisa memberikan dampak positif untuk daerah atau provinsi lain,” pungkasnya.
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dalam waktu dekat akan menerapkan hukuman rajam hingga mati bagi para pelaku zina. Sanksi keras tersebut akan diberlakukan kepada para pelaku zina yang sudah menikah.
Adapun bagi para pelaku zina yang memiliki status belum menikah akan dijatuhi hukuman cambuk dengan menggunakan tongkat rotan sebanyak 100 kali. Hukuman rajam dilakukan dengan cara melempari batu kepada pelaku zina hingga tewas.
Keterangan itu disampaikan Raihan Iskandar, anggota DPRD Provinsi NAD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti dikutip dari www.news.com.au (okz/arrahmah.com)