PALESTINA (Arrahmah.com) – Federasi Umum Serikat Pekerja Palestina di Jalur Gaza menyatakan bahwa 90 persen pabrik yang tersisa mungkin harus menghentikan produksi karena kekurangan daya listrik. Pembangkit listrik satu-satunya di wilayah itu telah berhenti beroperasi selama tujuh hari berturut-turut karena kekurangan bahan bakar, lansir MEMO pada Selasa (28/7/2015).
Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan, serikat itu mengatakan bahwa workshop dan pabrik-pabrik di Jalur Gaza saat ini bekerja kurang dari 20 persen dari kapasitas mereka sebagai akibat dari krisis listrik. Hal ini telah menyebabkan kerugian besar bagi seluruh perekonomian Gaza.
Krisis listrik juga memperburuk situasi pekerja dan meningkatkan tingkat pengangguran. Dalam pernyataan sebelumnya, serikat tersebut menjelaskan bahwa agresi “Israel” tahun lalu di Jalur Gaza menyebabkan kenaikan 70% tingkat kemiskinan di antara pekerja, dengan pengangguran mencapai 60 persen.
Dalam konteks terkait, Jaringan LSM Palestina memperingatkan keseriusan situasi kemanusiaan di Jalur Gaza akibat kelanjutan dari pemadaman listrik. Jaringan itu menambahkan bahwa kekurangan daya telah menyaksikan sejumlah sektor utama ditutup, termasuk kesehatan, air bersih dan sanitasi.
Mereka meminta semua pihak Palestina untuk memikul tanggung jawab moral dan hukum mereka untuk menghentikan kerusakan dan memberikan tekanan pada pemerintah untuk memberikan kebutuhan daya untuk Jalur Gaza.
Saat ini, otoritas energi memasok Jalur Gaza dengan listrik selama 6 jam, dan menghentikannya selama 12 jam. Hal ini bergantung pada daya yang disediakan oleh Mesir dan “Israel”. Di daerah padat penduduk dari daerah kantong pantai Gaza, pemadaman listrik bisa bertahan lebih dari 20 jam pada suatu waktu, ungkap warga.
Jalur Gaza membutuhkan sekitar 400 megawatt listrik sehari, tetapi hanya memiliki 212 megawatt yang tersedia. “Israel” menyediakan 120 megawatt dan Mesir menyediakan 32 megawatt (terutama di Rafah), untuk tambahan dari 60 megawatt yang disediakan oleh satu-satunya perusahaan listrik di Gaza.
(banan/arrahmah.com)