JAKARTA (Arrahmah.com) – Tidak ada satu peradaban yang bangkit tanpa didahului oleh bangkitnya tradisi ilmu. Bangsa Yunani, Yahudi, bangsa-bangsa di Barat, Jepang, dan sebagainya mengalami kebangkitan setelah berhasil menanamkan suatu budaya ilmu dalam kehidupan mereka. Tanpa kecuali, peradaban Islam.
Budaya ilmu yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw telah melahirkan manusia-manusia unggulan dalam satu “generasi shahaby” yang oleh Nabi saw disebut sebagai “khairun nâs, qarniy”.
Prestasi Nabi Muhammad saw dalam mewujudkan manusia-manusia unggulan ini belum mampu dicapai oleh peradaban manapun, hingga kini. Rasulullah saw berhasil mengubah “masyarakat ummiy” yang hidup dalam tradisi lisan menjadi masyarakat yang cinta ilmu dan tradisi tulis.
Memasuki bulan Muharram 1433 H, atau Januari 2012, Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) telah memasuki umur ke-9 tahun. Genap sembilan tahun INSISTS menjalankan kiprahnya dalam mewarnai dunia pemikiran Islam di Indonesia dan concern membangun tradisi ilmu.
Di usia sembilan tahun ini, bekerja sama dengan Komunitas Muslimah Untuk Kajian Islam (KMKI) INSISTS akan menggelar orasi ilmiah yang akan diisi oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M. Phil serta peluncuran buku “Rasional Tanpa Menjadi Liberal” (Kumpulan Tulisan Islamia Republika) dan “Miyskat: Refleksi dari Westernisasi, Liberalisasi menuju Islamisasi”. Acara sendiri akan berlangsung di Jakarta, pada hari Rabu 29 Februari 2012.
Humas acara, Herry Nurdi, mengatakan bahwa meski usia INSISTS terbilang sangat muda tapi ini adalah usia permulaan untuk kerja besar yang akan terus dilaksanakan dan coba diemban oleh INSISTS, berusaha menghidupkan tradisi Ilmu bagi Indonesia.
“Bangsa Indonesia tidak mungkin akan menjadi bangsa besar jika mengabaikan tradisi ilmu ini. Jika budaya santai, budaya hedonis, budaya jalan pintas, terus dikembangkan, maka hanyalah mimpi saja untuk berangan-angan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar yang disegani dunia. Dalam perspektif Islam, manusia beradab haruslah yang menjadikan aktivitas keilmuan sebagai aktivitas utama mereka,” tandasnya dalam rilis kepada Eramuslim.com.
Dengan visi membangun peradaban Islam dengan ilmu ini, maka sangat wajar jika sejak didirikan, INSISTS telah melaksanakan ratusan kali seminar, workshop, pelatihan, dalam bidang pemikiran Islam untuk para dosen, mahasiswa, pimpinan pesantren, kalangan profesional, dan sebagainya. Ribuan orang telah mengikuti workshop-workshop INSISTS di berbagai belahan dunia (Indonesia, Malaysia, Mesir, Saudi).
INSISTS juga menjalin kerja sama dengan sejumlah universitas untuk program pelatihan pemikiran Islam bagi para dosen dan mahasiswa. Pada bulan Maret 2007, INSISTS bekerja sama dengan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), memberikan pelatihan tentang pemikiran dan peradaban Islam selama satu tahun kepada para pimpinan Kampus dan dosen-dosennya.
Di bidang penulisan, sejumlah buku karya peneliti INSISTS juga telah meraih prestasi penting. Di antaranya ketika buku Wajah Peradaban Barat (Dr. Adian Husaini) danTren Pluralisme Agama (Dr. Anis Malik Thoha) mendapat penghargaan sebagai buku terbaik dalam Islamic Book Fair tahun 2006 dan 2007. Adnin Armas, M.A, seorang peneliti INSISTS juga telah menulis sebuah buku yang sangat penting dalam studi al-Quran, Metode Bibel dalam Studi al-Quran: Kajian Kritis.
Henri Shalahuddin M.A, peneliti INSISTS yang lain, juga secara khusus memberikan kritik terhadap pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid, melalui bukunya, Al-Qur’an Dihujat.Tidak ketinggalan, Dr. Syamsuddin Arif pun menulis sebuah buku penting: Orientalisme dan Diabolisme Intelektual.
Para peneliti INSISTS juga mengembangkan mata kuliah dan kursus-kursus Islamic Worldview. Mata kuliah Islamic Worldview telah diajarkan di sejumlah program pascasarjana studi Islam. Kini mata kuliah ini diajarkan di Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Islam az-Zahra, dan Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam Gontor.
“Kami yakin, bahwa untuk mewujudkan manusia dan masyarakat yang adil dan beradab, satu-satunya jalan adalah dengan membangun budaya ilmu di tengah masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Muslim, sebagai penduduk mayoritas di negeri tercinta ini,” optimis Herry.
Pada malam itu, acara milad dimeriahkan dengan pembacaaan puisi oleh penyair Taufiq Ismail dengan lima puisinya yang menghentakkan kesadaran para hadirin untuk mengingat Rasulullah saw, menerapkan Al-Qur’an, mengkritik pluralism, menghantam hilangnya budaya malu, dan menolak gerakan syahwat merdeka. (bilal/arrahmah.com)