Sejak dimulai Intifadhah sampai akhir 1993, Israel membunuh 1.283 rakyat Palestina. 130.472 luka, 481 diusir, 22.088 dipenjara dan 2.533 rumah dihancurkan.
Dua puluh tahun lalu, 9 Desember 1987, Intifadhah Pertama meletus sebagai perlawanan rakyat Palestina atas penjajah Zionis Israel. Koran-koran waktu itu memberitakan, “Pertempuran yang terdahsyat sejak proklamasi negara Zionis Israel tahun 1948.”
Intifadhah atau انتفاضة dalam bahasa Arab bermakna “bangun mendadak dari tidur atau dari keadaan tak sadar”. Pada Intifadhah Pertama rakyat Palestina berperang tanpa persenjataan dan tanpa dibantu negara-negara Arab tetangganya. Senjata mereka batu. Sejak itu generasi baru pejuang Palestina dijuluki oleh banyak penulis sebagai “the Children of Stone”, anak-anak batu.
Truk Nyelonong
Penyebab meletusnya Intifadhah Pertama adalah sebuah truk militer Israel yang menabrak sekelompok orang Palestina di dekat camp pengungsi Jabalya di Jalur Gaza. Kejadian pada tanggal 8 Desember 1987 itu menyebabkan empat orang terbunuh dan tujuh orang luka-luka.
Gaza adalah sebuah wilayah sempit seluas 9 x 50,4 atau 453,6 kilometer per segi yang dipenuhi warga sebanyak lebih dari setengah juta jiwa.
Kebanyakan mereka adalah pengungsi yang sejak tahun 1948 terdesak dari berbagai wilayah Palestina, karena rumah-rumah mereka yang sederhana dihancurkan, kebun dan toko mereka direbut oleh Israel, satu demi satu.
Faktor lain yang memanaskan suasana adalah meningkatnya desakan kaum militan Yahudi terhadap pemerintah Israel agar mengambil alih Masjidil Aqsa alias Haram al-Syarif di Al Quds atau East Jerusalem serta mengklaimnya sebagai Kuil Sulaiman.
Sehari sesudah truk nylonong sampai enam tahun sesudahnya, Intifadhah berkobar hebat di hampir seluruh kawasan Palestina yang dijajah Israel, terutama di Jalur Gaza.
Di Gaza, Israel memperparah keadaan, karena di tanggal 18 Desember, serdadu-serdadunya membunuh 2 orang dan melukai 20 orang Muslim yang baru selesai shalat Jumat. Para serdadu itu kemudian melanjutkan keganasannya dengan menyerbu Rumah Sakit Syifa, memukuli memukuli para doktor dan perawat dan menyeret orang-orang Palestina yang dirawat karena terluka dalam insiden shalat Jumat.
Lemparan batu dibalas peluru tajam. Pada tanggal 21 Desember, Israel melaporkan 15 orang tewas dan 70 orang luka-luka, para pejabat PBB melaporkan 17 terbunuh sedangkan sumber-sumber Palestina menyebut 20 orang terbunuh dan 200 orang luka-luka.
Televisi banyak menyiarkan gambar serdadu Israel bersenjata berat memukuli dan membunuhi warga Palestina. Tayangan-tayangan itu memicu protes dari seluruh dunia.
Nih, Amerika
Keesokan harinya, Dewan Keamanan PBB, lewat sebuah voting yang hasilnya 14:1, “mengecam kebijakan dan tindakan Israel yang melanggar hak-hak asasi manusia rakyat Palestina di wilayah penjajahan”. Amerika Serikat adalah satu-satunya yang abstain dalam pemungutan suara itu.
Anehnya, di hari yang sama, Kongres AS justru mengeluarkan keputusan untuk menambah bantuan kepada Israel dalam bentuk pinjaman sebesar US$ 9 miliar sekaligus mengurangi bunganya. Diantara dana tersebut US$ 550 juta diantaranya untuk segera digunakan menambar anggaran militer dan perlengkapan canggih, US$25 juta untuk perluasan pemukiman Yahudi.
Donald Neff menulis di Washington Report on Middle East Affairs (WRMEA), “Begitu cepatnya berbagai tindakan AS itu, seakan-akan Kongres memberi hadiah kepada Zionis Israel atas perlakuan brutalnya.”
Laporan Amnesty Internasional tahun 1987 mengkritik Israel karena menggunakan metode-metode yang brutal dalam menghadapi perlawanan rakyat Palestina. “Dalam bulan Desember, setidaknya ada 23 orang demonstran di Gaza dan Tepi Barat ditembak mati. Terjadi juga pemukulan dan penangkapan membabibuta. Meningkat juga laporan tentang penyiksaan para tahanan oleh para anggota Israel Defense Force (IDF) dan Dinas Keamanan Umum.”
Patahkan tulang-tulang!
Seakan meremehkan berbagai kritikan itu, pada tanggal 19 Januari 1988 Menhan Rabin mengumumkan kebijakan baru yang dinamai “Tulang-tulang Patah”.
Menyambut pengumuman itu, PM Yitzhak Shamir, yang oleh Donald Neff disebut sebagai “teroris tua dari zaman pra-Israel” menyatakan, “Tugas kita sekarang adalah untuk membangun lagi dinding ketakutan antara orang-orang Palestina dan militer Israel.”
Dalam waktu tiga hari sesudah pengumuman itu, 197 warga Palestina dirawat di beberapa rumah sakit karena mengalami patah tulang yang parah.
Pejabat Direktur badan PBB UNRWA di Jalur Gaza Angela Williams melaporkan, “Kami sangat terkejut menyaksikan bukti-bukti kebrutalan di mana orang-orang dipukuli, khususnya mereka yang sudah sangat tua juga para perempuan.”
Kelompok-kelompok HAM Palestina melaporkan, sejak dimulainya Intifadhah sampai akhir tahun 1993, para serdadu Israel dan pemukim Yahudi telah membunuh rakyat Palestina sebanyak 1.283 orang. Diperkirakan 130.472 mengalami luka-luka, 481 orang diusir, 22.088 dipenjara tanpa pengadilan, 2.533 rumah dihancurkan atau diambil alih, serta 184,257 batang pohon di kebun-kebun rakyat Palestina ditebang oleh serdadu Israel.
Intifadhah Pertama dianggap usai pada 13 September 1993, ketika Perjanjian Oslo ditandantangani dalam sebuah upacara meriah di pekarangan selatan Gedung Putih. PM Israel Yitzhak Rabin dan Ketua PLO (Palestine Liberation Organisation) Yasser Arafat bersalaman disaksikan Presiden AS Bill Clinton.
Belum genap tiga tahun, Perjanjian itu sudah dianggap mati, ditandai kebijakan agresif perdana menteri Israel yang waktu itu terpilih, Benyamin Netanyahu.
Ketika Perdana Menteri Ariel Sharon, menginjakkan kaki ke Masjidil Aqsa tahun 2000, dunia menyaksikan Intifadhah Kedua meletus. Sharon hari ini sudah koma selama setahun lebih, konon, karena ususnya membusuk.
Intifadhah Pertama menandai berubahnya warna perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina. Dr Nawwaf Takruri, Ketua Rabitah Ulama Palestina di Suriah menjelaskan, “Dahulu kami berjuang dengan dasar Nasionalisme dan Arabisme, semua gagal total.”
“Berkat hidayah Allah,” lanjutnya, “sejak Intifadhah Pertama 1987, dan Intifadhah Kedua 2000, perjuangan ini menjadi perjuangan umat Islam sedunia,” katanya ditemui saat Al Quds International Forum berlangsung di Istanbul baru-baru ini.
Dzikrullah, hidayatullah.com
Sumber: Hidayatullah