DARAYA (Arrahmah.com) – Organisasi hak asasi manusia dan tokoh-tokoh terkemuka telah mengeluarkan seruan untuk melindungi warga sipil di kota Daraya, Ghautah Barat, pinggiran Damaskus yang telah dikepung selama 4 tahun setelah lahan pertanian di sekitarnya yang dianggap sebagai sumber makanan bagi kota telah dikuasai oleh pasukan rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad.
129 organisasi dan 362 tokoh telah menandatangani seruan, mengatakan bahwa: “Daraya masih di bawah pengepungan dan serangan udara brutal selain upaya dari rezim dan milisi lain seperti “Hizbullah” dan milisi Irak untuk mengontrol sepenuhnya kota, upaya dimulai dengan penembakan dan serangan udara berat, maka pengepungan kian ketat dan ketat.”
Pernyataan menyebutkan bahwa 7.000 orang di Daraya sangat kekurangan pasokan untuk mereka bertahan hidup dan menderita tindakan kriminal yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyebutkan bahwa klaim rezim mengenai kelompok asing tidaklah benar, lansir Zaman Alwasl pada Rabu (20/7/2016).
Mereka juga mengatakan bahwa rezim dan sekutunya telah melancarkan serangan brutal untuk menginvasi kota dan mencapai daerah perumahan yang menampung sejumlah besar perempuan dan anak-anak serta orang tua. Seruan menegaskan bahwa rezim mencoba untuk menghilangkan kota dan warganya dalam upaya untuk mengubah struktur demografi negara.
“Dunia telah diam terhadap kejahatan rezim, dan tidak melakukan apa-apa atas kekerasan hak asasi manusia, yang melucuti kredibilitas komunitas internasional dan organisasi-organisasi pembela hak asasi manusia dan menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk melakukan apapun untuk menghentikan kejahatan rezim Suriah di Suriah.”
Seruan menuntut masyarakat internasional dan organisasi hak asasi manusia termasuk PBB dan Palang Merah Internasional untuk bertindak cepat untuk menyelamatkan warga di bawah pengepungan di Daraya dan menyediakan mereka kebutuhan hidup yang sangat minim.
Pasukan rezim telah meluncurkan kembali rangkaian terbaru serangan terhadap Daraya pada Juni 2016, dengan menggunakan bom barel yang mengakhiri perjanjian “gencatan senjata” pada bulan Februari 2016. Ladang yang dikendalikan oleh rezim di barat daya Daraya selama paruh pertama bulan ini, menyebabkan penyumbatan dan pengepungan yang kian ketat terhadap warga sipil.
Tamam Abdurrahim, juru bicara Liwa Syuhada Al-Islam mengatakan kepada Zaman Alwasl bahwa situasi semakin sulit di kota Daraya saat 7.800 warga sipil tinggal di daerah dan pasukan rezim berada di dekat daerah pemukiman.
Dia menyebutkan bahwa penembakan berat dalam 4 hari terakhir rata-rata terjadi hampir setiap menit, sementara hampir 700 bom barel dijatuhkan di kota dalam tiga minggu terakhir. (haninmazaya/arrahmah.com)