(Arrahmah.com) – Tanggal 6 Ramadhan 92 H, Muhammad bin al-Qasim berhasil mengalahkan pasukan Hindustan di Sungai Indus. Kemenangan itu sekaligus menandai takluknya wilayah Sindh (sekarang: Pakistan dan India Barat).
Keberangkatan kaum muslimin menuju Sindh didahului dengan pengangkatan Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi sebagai Gubernur Irak. Hajjaj meminta izin kepada Khalifah al-Walid bin Abdul Malik untuk menyiapkan pasukan menuju wilayah Hindustan dan Sindh.
Keberangkatan pasukan ini dipicu pembajakan delapan buah kapal yang berisi anak-anak dan wanita-wanita muslimah oleh perompak di dekat Debal. Salah seorang dari rombongan tersebut berhasil menyelamatkan diri dan melapor kepada Hajjaj. Hajjaj mengirim surat protes keras kepada Raja Dahir. Ia meminta tawanan dibebaskan, perbendaharaan kapal yang hilang diganti kerugiannya, dan para perompak itu dihukum. Namun Dahir menolak permintaan Hajjaj. Hajjaj pun meresponnya dengan mengirimkan angkatan militer.
Pada pemberangkatan yang pertama, Hajjaj mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Nabhan as-Silmi menuju Debal. Abdullah bin Nabhan gugur dalam misi tersebut. Kemudian ia mengirim Budail bin Thahfah al-Bajali membawa 3000 pasukan. Ia pun gugur. Hajjaj bersedih atas wafatnya panglimanya itu.
Berikutnya, Hajjaj menunjuk Muhammad bin al-Qasim ats-Tsaqafi sebagai panglima pasukan. Saat itu, umur Muhammad bin Qasim baru 17 tahun. Panglima muda ini segera menggerakkan pasukannya menuju Kota Shiraz. Guna menyempurnakan persiapan. Dari sana, Muhammad bin al-Qasim berangkat bersama 12.000 pasukan menuju Makran (sekarang: masuk wilayah Iran dan Pakistan). Kemudian menuju Fanzabur. Lalu Armail. Dari tempat terakhir itulah ia menyerang wilayah Debal. Pasukan kaum muslimin menyerang benteng mereka. Hingga Muhammad bin al-Qasim berhasil masuk ke dalam benteng.
Setelah berhasil menguasai Debal, kaum muslimin beranjak menuju Neron (sekarang: Hyderabad, India). Mereka melintasi Sungai Indus selama enam hari. Setelah itu bergerak menuju Suristan. Sebuah kota yang dipagari benteng yang tinggi. Tapi, Muhammad al-Qasim berhasil menaklukkannya. Setelah itu, ia menaklukkan Suisse. Kemudian kembali ke Neron.
Keberhasilan itu mengantarkan Muhammad al-Qasim melintasi Sungai Mehran untuk menghadapi Dahir, Raja Sindh. Kemudian ia melanjtukan perjalanan ke daerah Jeyur dan menempatkan pasukannya di dekat sungai. Di sana, kaum muslim berperang selama 7 hari. Pasukan Sindh, yang dipimpin oleh Dahir mengerahkan gajah-gajah mereka untuk berperang. Tak kurang dari 60 gajah menyesaki medan tempur. Pertempuran sengit itu diakhiri dengan kemenangan kaum muslimin.
Kaum muslimin mengejar pasukan Dahir yang lari tunggang langgang. Sampai mereka tiba di Benteng Raur. Kaum muslimin berhasil menaklukkan benteng tersebut. Selanjutnya, Muhammad bin al-Qasim juga menaklukkan Kota Dahlilah.
Tidak berhenti sampai di situ, Ibnu al-Qasim terus bergerak menuju Brahmanabad (Mansura) dan berhasil menguasainya. Ia terus bergerak dan terus menguasai berbagai wilayah. Hingga mencapai Kashmir. Dari wilayah-wilayah yang dikuasai, ada dengan cara damai. Ada pula yang dengan peperangan. Kota terpenting yang dikuasai adalah Kota Multan (sekarang wilayah Pakistan). Pada masa berikutnya, wilayah-wilayah ini berada di bawah kekuasaan Khilafah Islamiyah. Sayangnya, tidak dalam waktu yang lama. Tidak lebih dari 30 tahun saja.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
(fath/kisahmuslim/arrahmah.com)