JAKARTA (Arrahmah.com) – Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As’ad Said Ali berkomentar terkait peristiwa penembakan aparat kepolisian terhadap enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS), pada Senin (7/12/2020) di Tol Jakarta – Cikampek.
As’ad Said pun menjelaskan, bagaimana seharusnya penguntitan atau dalam istilah ilmu intelijen disebut penjejakan fisik (physical surveillance) dilakukan.
“Terjadinya aksi kekerasan antara beberap anggota Polri dengan FPI di Karawang, mengusik saya utk berbagi ilmu tentang “penguntitan”. Istilah yang lazim dalam dunia intelijen adalah “penjejakan fisik” atau “ physical surveillance “. Tujuannya adalah utk mengetahui keberadaan lawan,” ujar As’ad Said Ali yang dikutip dari laman Facebook-nya, Selasa (8/12/2020), sebagaimana dilansir Okezone.
As’ad Said merupakan mantan Wakil Ketua BIN yang pernah menjabat selama sembilan tahun di era tiga presiden ini yakni era Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden SBY.
As’ad Said menjelaskan, jika penguntitan dilakukan menggunakan mobil, minimal yang digunakan dua kali lipat dari jumlah mobil yang diikuti.
“Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil, tetapi tetap berpura pura tidak menjejaki yang bersangkutan, misalnya mengatakan ada kesalah pahamanan,” jelasnya.
Namun jika penguntitan sampai berujung pada aksi kekerasan apalagi pembunuhan, menurutnya ada misi lain.
“Kalau sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas. Walllahu a’lam,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)