JAKARTA (Arrahmah.id) – Sebanyak 52 pelajar di Bengkulu Utara, Bengkulu menyayat tangannya sendiri diduga akibat terpengaruh media sosial. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta agar pemerintah membatasi penggunaan media sosial kepada para pelajar.
“Fenomena ini kan sudah beberapa kali dan selalu saja faktor media sosial. Mereka ingin meniru dan seterusnya itu. Jadi pada konteks mereka terpengaruh pada media sosial kayaknya memang pemerintah perlu ada semacam pembatasan akses terhadap peserta didik kita terhadap media yang sangat dominan ini,” kata Huda kepada wartawan, Ahad (12/4/2023), lansir Detik.com.
Huda mengatakan beberapa negara telah melakukan pembatasan kepada siswa untuk mengakses media sosial. Dia berharap durasi pemakaian media sosial oleh pelajar dibatasi.
“Di beberapa negara sudah berani melakukan pembatasan, misalnya di China dan beberapa yang concern terhadap isu pendidikan kan peserta didiknya kan dibatasi. Misalkan sehari siswanya dari penggunaan media dibatasi, dan itu kan bisa sebenarnya,” terangnya.
Huda mengungkapkan, penggunaan media sosial saat ini sangat mudah diakses oleh semua usia, terutama anak-anak. Konten-konten di media sosial itu juga banyak berdampak negatif kepada anak.
“Butuh langkah yang sangat serius menyangkut soal efek negatif media sosial. Jujur saja kan kontennya tidak bisa dikontrol, saya merasa pemerintah perlu mengontrol konten yang terkait dengan peserta didik kita,” tegasnya.
Ketua DPP PKB itu mengatakan bahwa usulan mengenai pembatasan ini sudah disampaikan oleh beberapa pihak. Huda menilai Kemenkominfo bisa melakukan pembatasan penggunaan sosial media melalui nomor HP yang dimiliki oleh siswa.
“Kominfo kan bisa memetakan berapa peserta didik kita yang pegang HP dan dari nomor itu, lalu apakah selama ini sudah digunakan sebagai mestinya. Misalnya data penerima kuota internet gratis, itu kan artinya sudah bisa, kita kan pemegangnya siswa-siswa,” ujarnya.
“Menurut saya bisa dibatasi, tentu nggak bisa (menyeluruh), bisa saja dia pakai gawai punya orang lain, tapi paling tidak ada momen di mana proteksi pemerintah itu hadir. Ada semacam preferensi para pelajar kita bahwa pemerintah punya komitmen untuk memproteksi mereka. Kan jujur aja, ini kan enggak sama sekali, bebas sebebas-bebasnya,” jelas Huda.
Bahkan, lanjut Huda, pemerintah bisa saja memblokir aplikasi yang dianggap banyak menimbulkan dampak negatif pada anak. Dia menyebut pemblokiran aplikasi itu juga sudah diberlakukan di negara lain.
“Pembatasan aplikasi yang dipandang dalam ukuran kepantasan terhadap penanaman nilai-nilai terhadap pelajar itu yang destruktif dan tidak sesuai menurut saja blokir saja langsung pemerintah,” ungkapnya.
Selain itu, Huda juga berharap kejadian siswa yang sengaja melukai tangannya di Bengkulu itu diusut secara mendalam. Sehingga motif dari aksi itu terungkap.
“Ini penting supaya Kemendikbud, dinas dan sekolah secara keseluruhan bisa memberikan semacam respons yang benar atas fenomena ini. Jangan sampai respons kita yang salah melihat persoalan ini,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)