JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan pentingnya sensitivitas dan pemahaman yang mendalam terhadap konstelasi dan peta politik internasional, terutama soal isu Palestina dan Israel.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024) menyusul kontroversi kunjungan lima orang Nahdliyin ke Israel yang bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
“Ini masalah ketidaktahuan tentang konstelasi, peta, dan sebagainya. Mungkin karena belum cukup umur sehingga hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Ini akibat dari tidak sensitifnya dari pihak-pihak untuk melakukan approach (pendekatan). Akan banyak sekali yang berupaya untuk menyeret NU ke berbagai agenda politik internasional,” kata Gus Yahya.
Dalam pernyataannya, Gus Yahya mengimbau semua kader dan warga NU untuk berhati-hati dengan berbagai agenda politik internasional yang dapat merusak citra dan tujuan organisasi.
Saat ditanya terkait dengan sanksi yang dilayangkan usai kunjungan lima Nahdliyin tersebut, Gus Yahya menyebut pihaknya telah memproses sanksi melalui lembaga dan badan otonom NU yang menaungi lima orang tersebut.
“Soal sanksi kita serahkan jelas ini dari PWNU DKI akan melakukan proses, termasuk keterlibatan LBMNU DKI akan diberi sanksi. Aturan kita sudah cukup jelas dan rinci mengenai kesalahan dan sanksi. Mereka sudah melanggar satu aturan bahwa engagement internasional harus melalui PBNU. Ini nanti akan diproses termasuk UNUSIA bahkan sudah menjadwalkan sidang komite etik begitu juga Pagar Nusa dan Fatayat NU,” jelasnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa tindakan kunjungan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan PBNU yang mensyaratkan bahwa setiap upaya kerja sama internasional harus melalui PBNU.
“Apapun yang terjadi, saya sebagai Ketua Umum PBNU mohon maaf. Saya juga memohonkan maaf untuk mereka kepada masyarakat luas,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)