Sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri perang Afghanistan, pemerintah boneka Afghanistan mengembangkan sebuah program baru menargetkan pejuang di level rendah dan menengah untuk meletakkan senjata mereka dan kembali ke masyarakat.
Pemerintah mengklaim sejauh ini lebih dari 5.000 individu telah terekrut dan kembali ke masyarakat dan mereka menyatakan program ini telah membantu menciptakan “stabilitas” di beberapa daerah.
Namun, program yang telah berjalan hampir dua tahun ini mungkin memiliki kesalahan fatal. Tidak jelas apakah semua yang terjaring sebenarnya adalah pejuang. Banyak warga Afghanistan mengatakan mereka khawatir bahwa sejumlah penduduk setempat berpura-pura menjadi pemberontak untuk mendapatkan keuntungan dari insentif program tersebut.
“Proses ini telah gagal, tidak sukses. Tidak jelas definisi siapa musuh dan itulah mengapa semuanya menjadi tidak jelas,” ujar Mehdi, anggora parlemen boneka dari Baghlan. “Ini memalukan untuk mengakui bahwa ini adalah masalah, tapi sayangnya ini adalah hal buruk yang terjadi di seluruh Afghanistan.”
Mereka yang terjaring adalah yang setuju untuk meninggalkan “kekerasan”, memutuskan hubungan dengan pemberontak dan kelompok “teroris” dan mendukung konstitusi thagut Afghanistan. Sebagai gantinya, mereka menerima uang saki sebesar 120 USD selama tiga bulan. Masyarakat yang kemudian setuju untuk mereka mereka kembali berhak mendapat bantuan dana pembangunan.
Program ini dikelola oleh Afghanistan, namun didukung oleh donor internasional. Di tahun 2012, Afghanistan menerima 123,7 juta USD dari 12 donor internasional dengan Jepang dan AS memikul bagian terbesar dari biaya tersebut yaitu 52 juta USD dan 50 juta USD.
Wali, sang pemberontak?
Awal bulan ini di utara provinsi Baghlan, Komandan Abdul Wali dan sekitar 40 pengikutnya masuk ke dalam jaringan mereka yang kembali ke masyarakat (re-integritas). Wali, bagaimanapun, mengakui bahwa dia tidak pernah jauh dari pemberontak.
Selama perang sipil Afghan, ia memerangi Taliban, berperang di bawah Aliansi Utara pimpinan Ahmad Shah Massoud. Sebuah etnik Tajik yang melawan kelompok “ekstrimis” yang menarik sekitar 95 persen pejuangnya dari komunitas Pashtun Afghan.
Setelah invasi AS, ia menjadi seorang komandan polisi di distrik Firing, Baghlan, ia menikmati posisinya sampai dua tahun lalu ketika ia terlibat penembakan yang menewaskan seorang warga sipil. Wali mengatakan dia tidak bersalah dan penyelidikan polisi menegaskan bahwa korban meninggal dalam perseteruan lokal.
Kasus ini tidak pernah pergi ke pengadilan dan Wali mengatakan bahwa ia mundur dari jabatannya dan memutuskan hubungan dengan pemerintah. Sebagai protes, sekitar 40 bawahannya bergabung dengannya untuk membentuk kelompok oposisi. Wali dan rekan-rekannya mengklaim bahwa ia tidak pernah melepaskan tembakan, juga tidak berencana untuk itu. Mereka tidak pernah menjadi ancaman bagi penduduk setempat juga bagi tentara penjajah asing.
“Kami hanya memutus hubungan dengan pemerintah. Kami tidak mencoba untuk membantu pemerintah, tapi kami juga tidak mencoba untuk membunuh Muslim. Kami tidak melakukan apa-apa,” ujar Wali.
Yang dilakukan Wali adalah bertindak sebagai penguasa di wilayahnya. Menyelesaikan perselisihan lokal dan mengatasi masalah masyarakat lainnya.
Namun orang-orang seperti Wali tidak memiliki agenda yang jelas. “Kami tidak memiliki tujuan,” ujar Tahrir Hamidi yang menganggur ketika ia bergabung dengan Wali. “Kami meninggalkan pemerintah, saya tidak berpikir bahwa kami akan meninggalkan pemerintah dalam waktu lama dan saya percaya bahwa kami tidak akan melawan pemerintah.”
Berwajah segar setelah mandi, Hamidi seperti kebanyakan pengikut Wali, tidak terlihat seperti para pejuang oposisi yang bertahun-tahun menghabiskan waktu di pegunungan. Dia mengatakan bahwa ketika mendukung Wali, dia terus melakukan apa yang dia lakukan, sebagian besar waktunya ketika menganggur dia habiskan di rumah.
“Kami memecahkan masalah masyarakat, tetapi kami tidak bisa membangun apa-apa,” ujarnya. “Kami tidak bisa membangun jalan beraspal untuk rakyat. Kami tidak mampu membangun sekolah atau klinik untuk mereka. Tidak ada pembangunan kembali di daerah saya, untuk itu kami memutuskan untuk kembali kepada pemerintah.”
Ketika upacara reintegrasi Wali, wartawan lokal, Obaidullah Jahesh mengatakan ia terkejut dengan jumlah orang biasa yang berada di antara “pemberontak”. Sebagai wartawan yang meliput di provinsi Baghlan, ia mengenal sejumlah orang dalam masyarakat dan ia segera melihat adanya seorang guru dan beberapa siswa di antara mereka, “militan” yang diintegrasi.
Benar-benar palsu
“Ini benar-benar proses palsu,” ujarnya. Ia dan rekan-rekan wartawan memiliki pengalaman yang sama dalam upacara-upacara reintegrasi lainnya.
Kini tak hanya Wali dan para pengikutnya yang menerima cek selama tiga bulan, pemerintah daerah juga berjanji untuk mencoba mencari pekerjaan untuk mereka.
Mengingat bahwa banyak warga di Baghlan yang masih mempertanyakan keterlibatan Wali dalam penembakan itu, di antara warga menuduh program pemerintah ini menawarkan cara bagi penjahat untuk melarikan diri dari pengadilan.
Program reintegrasi menawarkan “militan” amnesti atas tindakan yang mereka lakukan saat menentang pemerintah, bagaimanapun, dirancang untuk menawarkan pengampunya bagi kriminal biasa.
Kisah mengenai orang yang memiliki hubungan dengan pemberontak telah berulangkali terjadi di Afghanistan.
Sekitar dua tahun lalu, seorang pria Pakistan yang kini diyakini merupakan seorang penjaga toko biasa, berhasil menipu pasukan asing yang percaya bahwa ia adalah salah satu pemimpin Taliban, Mullah Akhtar Muhammad Mansour dan ia siap melakukan pembicaraan damai.
Namun, setelah sekian banyak kasus terungkap, Mayor Jenderal David Hook dari Inggris, mengatakan dirinya yakin program ini berjalan sukses.
Ia mengatakan bahwa sebelum reintegrasi, pelamar disaring di tingkat lokal dan kemudian diteruskan kepada pejabat di Kabul untuk persetujuan akhir.
“Saya pikir sedikit tidak pantas untuk berpikir bahwa setiap individu yang memasuki program sebenarnya adalah pemberontak tingkat tinggi, tetapi dari pandangan saya, Afghan memiliki proses pemeriksaan, mereka yang membuat keputusan dan mereka merasa nyaman bahwa yang mereka miliki adalah gerilyawan,” ujar Hook optimis. (haninmazaya/arrahmah.com)