JAKARTA (Arrahmah.com) – Di tengah kemiskinan yang mendera sebagian besar penduduk Indonesia, ternyata ada 40 orang Indonesia terkaya di Indonesia dan dunia. Majalah Forbes merilis kekayaan 40 orang itu mencapai US$71 miliar atau lebih dari 600 triliun. Meningkat dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$42 miliar.
Kakak beradik, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono masih mempertahankan posisi teratas sebagai orang terkaya Indonesia. Harta bersih dua bersaudara ini mencapai US$11 miliar atau hampir Rp100 triliun.
Mereka mewarisi kekayaan dari ayahnya sebagai produsen rokok kretek terbesar di Indonesia, yakni Djarum dari Kudus, Jawa Tengah. Kini sebagian besar kekayaan mereka berasal dari PT Bank Central Asia, bank terbesar ketiga di Indonesia dan masuk jajaran perusahaan menakjubkan versi majalah Forbes.
“Hebat juga orang-orang kita itu. Bagus dong. Ini kan dapat meningkatkan daya saing kita,” tandas ekonom Aviliani, saat dihubungi Terbit, Jumat (3/12), di Jakarta.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menilai, kemajuan dan kesuksesan pengusaha-pengusaha Indonesia, juga ditopang oleh kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah, meski profil-profil orang-orang terkaya ini benar-benar pengusaha.
“Di negara manapun, pemilik modal dan pemilik kekuasaan saling membutuhkan dan saling mendukung. Lihat saja saat pemilihan pejabat, pasti ada sokongan dana dari pemilik modal. Imbasnya, pemerintah memberikan kemudahan pada pemilik modal itu,” katanya.
Apalagi di negara seperti Indonesia, yang gaji pejabat negaranya masih rendah dibanding negara lainnya. Pasti butuh dukungan dari pemilik modal. “Istilahnya tidak ada makan siang gratis atau tidak ada bantuan yang tanpa pamrih,” tukasnya.
Meski begitu, tidak semua pengusaha Indonesia begitu. Ada beberapa yang memang murni hasil perjuangan sendiri, tambahnya.
Aviliani mengemukakan, pengusaha-pengusaha domestik itu harus diapresiasi oleh pemerintah. Mereka sukses dan menjadi orang terkaya bukan karena mendapatkan fasilitas atau kemudahan dari pemerintah.
“Sejak zaman reformasi, tidak ada tuh fasilitas-fasilitas dari pemerintah untuk pengusaha-pengusaha domestik. Yang diperhatikan malah pengusaha-pengusaha luar negeri,” tandasnya.
Ke depan, kata Avi, pemerintah harus memberikan fasilitas-fasilitas kepada pengusaha domestik untuk bergerak di industri pabrikan, seperti garmen. Industri pabrikan ini dapat menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga mengurangi angka pengangguran yang hingga kini masih menjadi masalah yang belum tertangani.
“Misalnya memberikan insentif PBB gratis, atau insentif pajak-pajak lainnya. Tidak adanya insentif semacam ini pengusaha kita lebih cenderung bergerak di industri retail daripada pabrikan. Kalau pun ada, ya… yang kecil-kecil,” tambahnya.
Orang-orang terkaya versi Forbes itu, menurutnya, jangan dinilai apriori dan negatif. Seolah-olah kekayaan dan kesuksesan mereka itu diraihnya tanpa ‘usaha’. Jangan juga dituding tidak berpihak pada orang miskin. Kemiskinan itu tanggung jawab pemerintah, bukan orang-orang terkaya itu. “Saya yakin pengusaha-pengusaha domestik itu juga tidak melupakan orang-orang miskin di sekitarnya,” ujarnya.
Dalam rilis majalah Forbes itu, urutan pertama, jatuh pada pemilik grup Djarum, Budi dan Michael Hartono. Orang paling kaya di Indonesia ini, total kekayaannya senilai US$11 miliar.
Dalam daftar itu terdapat tujuh pendatang baru dengan total kekayaan lebih dari US$8 miliar. Salah satu di antaranya Kiki Barki, pengusaha tambang batu bara melalui PT Harum Energy Tbk.
Kiki adalah salah satu dari lima konglomerat batu bara yang untuk pertama kali masuk dalam daftar 40 teratas orang terkaya di Indonesia. Kekayaan Kiki Barki mencapai US$1,7 miliar.
Namun, yang terkaya dari semua pendatang baru adalah Sri Prakash Lohia, penduduk asli India yang menjadi warga negara Indonesia. Ia mengendalikan bisnis produsen poliester terbesar di Indonesia, Indorama Synthetics. Kekayaan yang dihimpun Lohia tercatat sekitar US$2,65 miliar.
Pada Juli 2007, majalah Globe Asia juga menyatakan Robert sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 37,8 triliun. Selain Djarum, Robert dan Michael merupakan pemegang saham terbesar di Bank Central Asia, sekitar 47,15 persen. Selain rokok, grup Djarum juga memiliki bisnis pusat perbelanjaan, menara perkantoran, residence, dan hotel. (hid/arrahmah.com)