YERUSALEM (Arrahmah.id) – Sekitar 40.000 warga Palestina menunaikan salat Idul Adha di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki pada Ahad (16/6/2024), namun tidak ada suasana meriah, sebaliknya mereka justru berkabung untuk para korban perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza selama lebih dari delapan bulan.
Departemen Wakaf Islam di Yerusalem mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sekitar 40.000 jemaah melaksanakan salat Idul Adha saat penutupan yang ketat terhadap para jemaah yang mencegah ribuan orang untuk masuk.
Kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan bahwa “pasukan penjajah (Israel) menyerang jemaah pada Ahad pagi dalam perjalanan menuju Masjid Al Aqsa dan saat mereka meninggalkannya dan mencegah puluhan orang masuk untuk melaksanakan salat Idul Adha.”
“Pada dini hari, pasukan penjajah memasuki halaman Masjid Al-Aqsa, memeriksa identitas para jamaah, menghalangi pergerakan mereka, dan mencegah banyak pemuda untuk masuk dan memaksa mereka untuk shalat di luar pintu masjid,” tambahnya.
Sementara itu, ribuan warga Palestina melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Ibrahimi di Hebron, Tepi Barat yang diduduki, meskipun ada pembatasan keamanan yang diberlakukan oleh tentara “Israel” terhadap masuknya jemaah.
Kepala Departemen Wakaf Hebron, Ghassan Al-Rajabi, mengatakan kepada Anadolu bahwa “langkah-langkah yang diambil oleh penjajah “Israel” pada Idul Adha bertujuan untuk mencegah akses warga Palestina ke tempat-tempat suci, terutama Masjid Ibrahimi.”
“Terlepas dari semua tindakan ini, antara 8.000 hingga 10.000 warga Palestina menunaikan salat Idul Adha di masjid tersebut,” tambahnya.
Jemaah harus melewati pos pemeriksaan militer dan kemudian gerbang elektronik untuk memasuki Masjid Ibrahimi dan salat di sana, demikian koresponden Anadolu melaporkan.
Hari raya Idul Adha, atau Hari Raya Kurban, adalah hari raya umat Muslim untuk memperingati kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya atas perintah Allah.
Hari raya Idul Adha tahun ini terjadi di tengah-tengah berlanjutnya serangan brutal “Israel” ke Jalur Gaza, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Hampir 37.300 warga Palestina telah terbunuh di Gaza oleh pasukan “Israel” sejak Oktober tahun lalu, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dan hampir 85.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari delapan bulan setelah serangan “Israel”, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.
“Israel” dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terakhirnya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Rafah, di mana lebih dari 1 juta orang Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei. (haninmazaya/arrahmah.id)