DOHA (Arrahmah.com) – Juru bicara Taliban, Shaheen Suhail, mengatakan mereka tidak mencari monopoli kekuasaan dalam pemerintahan masa depan di Afghanistan, tetapi mencari cara untuk hidup berdampingan dengan lembaga-lembaga lainnya di sana.
Pernyataan yang diungkapkan pada Rabu (30/1/2019) ini dilansir sebagai komentar paling kompromistis sejauh ini dari kelompok yang selalu disoroti “militan ekstrimis” oleh media.
Dia memberikannya kepada Associated Press dalam pesan audio dari Qatar.
Suhail mengatakan bahwa begitu pasukan AS menarik diri dari Afghanistan, Taliban ingin hidup dengan rakyat Afghanistan lainnya, “saling bertoleransi dan memulai hidup seperti saudara.”
Dia mengatakan, “Kami percaya pada dunia Afghanistan yang inklusif, di mana semua warga Afghanistan dapat melihat diri mereka di dalamnya.”
Pernyataan Suhail ini datang ketika utusan AS yang ditugaskan menyelesaikan perang 17 tahun Afghanistan telah melaporkan kemajuan dalam pembicaraannya dengan Taliban.
Meski demikian, sejumlah pihak, termasuk sekutu Presiden AS Donald Trump skeptis atas putusannya. Menurut mereka, ketidaksabaran Trump dengan perang di Afghanistan akan menyebabkan dia menarik pasukan terlalu cepat, meninggalkan negara itu dalam resiko kembali ke kondisi yang sama yang mendorong invasi sebelumnya.
Sementara itu, sekretaris pers Gedung Putih, Sarah Sanders, seperti dikutip Kansas.com mengatakan pada Selasa (29/1) bahwa prioritas pemerintah adalah untuk “mengakhiri perang di Afghanistan, dan untuk memastikan bahwa tidak pernah ada basis untuk terorisme di Afghanistan lagi.” Para pejabat Afghanistan berharap Trump akan menjelaskan niatnya secara lebih rinci selama pidato kenegaraannya pekan depan.
“Jika AS pergi setelah mereka mencapai kesepakatan tetapi sebelum diimplementasikan, perjanjian itu tidak akan pernah dilaksanakan dan perang akan berlanjut,” kata James Dobbins, perwakilan khusus untuk Afghanistan dan Pakistan selama pemerintahan Obama.
Menurut Dobbins, AS harus tetap tinggal sampai kesepakatan damai antara Taliban dan pemerintah Presiden Ashraf Ghani diimplementasikan.
Hal senada diungkapkan oleh Nicholas Burns, seorang pejabat dinas luar negeri karier dan mantan wakil menteri luar negeri pada masa pemerintahan George W. Bush.
Burns berpikir bahwa ketidaksabaran presiden adalah kekuatan pendorong di belakang perundingan saat ini dengan Taliban.
“Saya pikir ada keuntungan untuk berjalan lambat di sini,” kata Burns. “Pergilah dengan cepat dan kita berisiko memberi terlalu banyak pada Taliban.”
Pentagon telah mengembangkan rencana untuk menarik sebanyak setengah dari 14.000 tentara AS yang masih di Afghanistan.
Penjabat Menteri Pertahanan, Pat Shanahan, mengatakan kepada wartawan Selasa (29/1) bahwa tidak ada perubahan dalam strategi militer AS di Afghanistan, yang memaksa Taliban ke meja perdamaian dengan meluruskan kembali tugas pasukan untuk melatih dan menasihati pasukan Afghanistan dan dengan mendapatkan dukungan yang lebih besar dari wilayah tersebut. (Althaf/arrahmah.com)